REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin menilai, debat antara cawapres Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno lebih dinanti ketimbang debat antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Sebab baik Ma'ruf maupun Sandiaga belum pernah berhadap-hadapan dalam sesi debat.
"Sebagian pemilih mungkin pernah menyaksikan kualitas Sandiaga pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Tetapi itu dengan lawan debat yang berbeda. Kemampuan Ma'ruf dalam berdebat bahkan belum pernah dilihat orang," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (10/1).
Menurut Said, dari sesi debat Ma'ruf versus Sandiaga itulah kemungkinan bisa muncul perubahan elektabilitas dari kedua pasangan calon. Sebab, pemilih pemula, 'swing voters' dan kelompok 'undecided voters' sepertinya masih dapat digoda oleh para cawapres pada saat sesi debat nanti.
"Jadi, debat cawapres tampaknya lebih berpeluang untuk mengubah pilihan pemilih dibandingkan dengan debat capres. Debat antara Ma'ruf Amin yang sudah berusia sangat senior dan Sandiaga Uno yang jauh lebih junior boleh jadi sudah sangat dinanti," katanya.
Sebagai salah satu metode kampanye, lanjut Said, debat capres-cawapres diyakini cukup efektif untuk mempengaruhi pilihan Pemilih. Apa yang menjadi visi dan misi pasangan calon akan dinilai oleh Pemilih. Aspek rasionalitas program, argumentasi, gestur, gaya berdebat, dan penggunaan bahasa biasanya akan menjadi pertimbangan utama pemilih.
Akan tetapi, menurut Said kondisi itu lazimnya terjadi pada penyelenggaraan Pilpres yang kemampuan pesertanya dalam berdebat belum pernah disaksikan oleh pemilih. "Para pemilih pada umumnya sudah mengetahui kualitas capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Sebab, keduanya sudah pernah berhadapan pada debat Pilpres 2014," katanya.