Kamis 10 Jan 2019 18:37 WIB

YLKI Minta Jam Kerja Ojol Diatur

Sistem kejar bonus mengakibatkan pengemudi bekerja selama lebih dari delapan jam.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolanda
Sejumlah ojek online menunggu penumpang di Kawasan Tebet, Jakarta, Jumat (27/7).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah ojek online menunggu penumpang di Kawasan Tebet, Jakarta, Jumat (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) saat ini tengah menyusun aturan ojek daring atau online (ojol). Dalam prosesnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta jam kerja pengemudi ojol dapat diatur dalam regulasi tersebut. 

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai jam kerja pengemudi ojek daring yang terlalu lama sangat menjadi persoalan. "Sistem kejar bonus mengakibatkan pengemudi bekerja selama lebih dari delapan jam," kata Tulus dalam FGD Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Berbasis Aplikasi di Jakarta, Kamis (10/1).

Hal itu menurutnya menyebabkan para pengemudi ojek daring sering mengalami kelelahan. Jika hal tersebut terjadi, Tulus menilai aspek keselamatan dan keamanan bisa diabaikan sehingga akan merugikan semua pihak termasuk penumpang dan aplikator. 

Untuk itu, Tulus mengharapkan aturan ojek daring bisa memasukkan kebijakan waktu operasional dan zonasi yang dibatasi. "Ini kan karena kemacetan dan jarak tempuh yang jauh berpotensi membuat pengemudi kelelahan dan membahayakan keselamatan dirinya dan penumpang," tutur Tulus. 

Baca juga, Regulasi Tarif Transportasi Daring Lindungi Banyak Pihak

Selain itu, Tulus memaparkan selama ini YLKI juga mendapatkan keluhan dari masyarakat terkait penggunaan ojek daring. Dia mengatakkan keluhan lebih banyak terkait pengemudi yang sering membatalkan pesanan. 

"Ada juga sudah dipesan tapi tidak datang-datang. Pengemudi juga ada yang katakanlah ngebut atau ugal-ugalan karena mengejar poin reward dan segala macam," jelas Tulus. 

Jika dikerucukan, kata Tulus, pada akhirnya mengarah kepada perilaku pengemudi yang masih kurang sesuai. Untuk itu, Tulus mengharapkan aturan ojek daring nantinya bisa memberikan kewajiban kepada aplikator dalam memberdayakan pengemdi dengan baik sehingga perilakunya juga lebih baik. 

Di sisi lain, Presidum Gabungan Transportasi Rod Dua Indonesia (Garda) Igun Wicaksono mengakui saat ini tarif yang diberlakukan aplikator masih tidak stabil. "Tarif yang dilakukan oleh perusahaan aplikasi menggunakan algoritma yang dibilang naik apabila terjadi hujan," tutur Igun. 

Igun menegaskan hal tersebut membuat tarif naik jika dalam situasional tidak memungkinkan beroperasi di jalan. Tak hanya itu, sistem tersebut juga membuat tarif naik saat konsumen memesan pada jam sibuk.

Igun menjelaskan sangat terlihat sekali kenaikkan tarif saat waktu biasa dan jam sibuk. "pada waktu biasa taris sekitar Rp 1.200 sampai Rp 1.600 perkilometer. Jam sibuk itu bisa sampai Rp 1.500 sampai Rp 1.800 kilometer," ungkap Igun. Untuk itu, dia mengharapkan aturan ojek daring nantinya dapat mengatur soal tarif. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement