REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bawaslu Kabupaten Bogor, Irvan Firmansyah, mengatakan status dugaan pelanggaran kampanye Anies Baswedan akan diputuskan pada Jumat (11/1). Jika memenuhi unsur pidana, kasus Anies bisa dilanjutkan ke tahap penyidikan ke kepolisian.
"Hari ini kami sedang melakukan kajian internal (di Bogor) dan besok kami lakukan pembahasan kedua dengan sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu). Kemudian status kasus ini akan diputuskan besok," ujar Irvan ketika dikonfirmasi wartawan, Kamis (10/1).
Dalam pembahasan kedua ini, kata dia, nantinya dapat ditarik kesimpulan apakah kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta itu memenuhi unsur pidana atau tidak.
"Jika tidak memenuhi unsur pidana, maka kasus ini dihentikan. Sebaliknya jika memenuhi unsur pidana maka dilanjutkan ke tahap penyidikan oleh kepolisian. Sebab ini kan deliknya pidana, " tegas Irvan.
Dia menambahkan, status kasus ini kemudian akan disampaikan kepada Bawaslu Jawa Barat dan Bawaslu RI. Menurut Irvan, ada ancaman sanksi pidana maksimal tiga tahun penjara jika Anies terbukti melakukan pelanggaran-pelanggaran pemilu.
Sebelumnya, pada Senin (7/1), Anies mendatangi kantor Bawaslu RI, Jl Thamrin, Jakarta Pusat. Kedatangan Anies untuk memenuhi panggilan Bawaslu Kabupaten Bogor terkait kasus dugaan pelanggaran pemilu.
Menurut anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo, pemeriksaan atas Anies tersebut dalam rangka pelimpahan penanganana kasus tersebut. "Jadi pemeriksaan itu dilakukan di kantor Bawaslu RI atas permintaan terlapor (Anies Baswedan) karena beliau tentu punya kesibukan dan sebagainya. Kami memfasilitasi tempat karena kesibukan beliau, bisanya memberikan keterangan di sini," ungkap Ratna.
Meski demikian, pihak yang melakukan klarifikasi pada Senin adalah Bawaslu Kabupaten Bogor. Bawaslu menelusuri apakah tindakan Anies termasuk pelanggaran atau bukan pelanggaran.
"Sesuai laporan, kami dalami perbuatan yang dilaporkan karena dianggap menguntungkan/merugikan salah satu paslon karena mengacungkan dua jari pada konferensi nasional. Itu harus dibuktikan karena pasal 281 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 membolehkan melibatkan gubernur, bupati, dengan dua syarat, yakni cuti di luar tanggungan negara dan tidak menggunakan fasilitas negara," jelas Ratna.