Selasa 08 Jan 2019 12:14 WIB

Asia Tenggara yang Begitu Mengkhawatirkan Cina

Kritik paling keras atas Cina berasal dari Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Peta one belt one road, obor yang merupakan jalur sutra baru dinisiasi Cina
Foto:

Wakil Duta Besar Cina di Pakistan Lijin Zhou membantah tudingan yang menilai investasi Cina di Pakistan sebagai jebakan utang. Lijin juga membantah proyek ini sebagai upaya Cina memperluas dominasi mereka dipercaturan internasional.

"Upaya bilateral ini murni misi ekonomi, dan itu tidak ada hubungannya dengan memperluas pengaruh teritorial atau politik China," kata Lijin, seperti dilansir Voice of America.

Lijin membeberkan perincian investasi dan bantuan Cina ke Pakistan ini. Lijin mengatakan, dari 19 miliar dolar AS yang telah dikucurkan Cina ke proyek ini hanya 6 miliar dolar AS yang berupa pijaman lunak.

Bunganya hanya 2 persen dan masa tenggangnya bervariasi dari lima hingga delapan tahun. Waktu pembayaran pinjaman untuk proyek yang lain sekitar dari 12 sampai 15 tahun. Sementara itu, sisa 13 miliar dolar AS adalah investasi luar negeri Cina di Pakistan yang sudah disepakati antara pemerintah Cina dan Pakistan.

Meski banyak dikritik, ada juga yang memuji OBOR. Salah satunya mantan sekretaris jendral PBB Ban Ki-moon. Ban terkesan dengan OBOR. Menurut dia, dengan inisiatif tersebut, semua orang di seluruh dunia mendapatkan manfaat dari pembangunan yang berhasil di raih Cina.

"Sangat penting negara-negara sepanjang Belt and Road akan mendapatkan manfaat dan saling bekerja sama untuk membangun infrastruktur dan pembangunan ekonomi dan sosial, kata Ban pada awal Desember lalu, seperti dilansir dari Xinhua.

Bahas Rohingya

Selain membahas tentang OBOR, jajak pendapat ini juga ingin melihat pandangan masyarakat ASEAN tentang krisis Rohingya di Myanmar. Menurut para responden, negara-negara ASEAN harus lebih berperan aktif dalam menyelesaikan konflik Muslim Rohingya. Walaupun sebagai besar responden lebih mendukung proses mediasi dibandingkan tekanan diplomatik ke Myanmar.

Pada 2017 lalu, ada sebanyak 730 ribu Muslim Rohingya yang harus mengungsi dari rumah mereka. Muslim Rohingya harus melarikan diri dari kekejaman militer Myanmar terhadap mereka.

Para penyelidik PBB menuduh militer Myanmar melakukan pembunuhan, perampokan, dan pemerkosaan terhadap Muslim Rohingya. PBB menyebut tindakan keras militer Myanmar tersebut sebagai "pembersihan etnis" dengan "niatan genosida". Pemerintah Myanmar membantah semua tuduhan tersebut.  (reuters ed: yeyen rostiyani)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement