REPUBLIKA.CO.ID, Wali Kota Bogor Bima Arya mengawali rapat perdana pada awal 2019 dengan cara yang tak biasa. Jika umumnya rapat bersama Satuan Kerja Pejabat Daerah (SKPD) dilakukan di ruangan tertutup, kini Bima mengajak seluruh pejabat untuk menghadiri rapat di bawah Jembatan Jalak Harupat Sempur, Kelurahan Sempur, Kota Bogor, (7/1).
Selain Bima, Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman dan Sekretaris Daerah Ade Sarip Hidayat juga hadir menemani Bima memimpin rapat. Duduk di bebatuan ditemani dengan suguhan pisang rebus, teh, dan kopi, para SKPD yang hadir nampak antusias mendengar paparan dan arahan Bima.
Bima menyatakan sengaja mengajak kalangan SKPD hadir dalam rapat di bawah Jembatan Jalak Harupat itu. Alasannya, kata dia, agar para pejabat dapat menyatu dengan alam dan meresapi adanya terpaan bencana di penghujung tahun lalu.
“Saya ingin kita bersama-sama terus fokus dan konsisten dengan apa yang ingin dicapai di tahun 2019 ini. Salah satunya adalah sisi kesehatan dan lingkungan hidup, naturalisasi Sungai Ciliwung,” kata Bima.
Menurut Bima, banyaknya bencana alam yang menerpa belakangan ini bisa saja terjadi karena adanya inkonsistensi pemerintah dan masyarakat dalam menjaga lingkungan. Menurut dia, sejauh ini perilaku menjaga lingkungan di kalangan masyarakat yang utamanya di bantaran Sungai Ciliwung belum seluruhnya optimal.
Selain itu, Bima mengeluh, pengelolaan sampah di bantaran Sungai Ciliwung belum seluruhnya konsisten. Untuk itu, pihanya saat ini berupaya menggerakkan struktur SKPD untuk berinteraksi lebih intens dengan masyarakat agar dapat mengajak mereka untuk hidup menghargai Sungai Ciliwung.
“Kita dorong kepada lurah agar bagaimana masyarakat ini bisa terajak untuk membuat tempat-tempat tematik di bantaran sungai, ini sudah kami petakan. Agar supaya ke depan, kebiasaan masyarakat ini juga terbangun untuk tidak lagi mengotori sungai, tidak membuang sampah ke sungai,” ujar dia.
Bima juga menggarisbawahi peran lurah yang amat dibutuhkan. Menurutnya, lurah tidak boleh malas terjun ke lapangan untuk meninjau perkembangan lingkungan. Dalam rapat itu, Bima juga meminta para camat dan lurah untuk mengacungkan tangan jika baru pertama kali datang ke lokasi rapat yang tak biasa itu.
Dari sejumlah SKPD yang hadir, dari pantauan Republika, hanya beberapa pejabat yang mengacungkan tangan. Bima juga secara tidak sengaja menemukan saluran air yang dibangun di samping jembatan.
Menurut Bima, hal itu tidak diperkenankan karena dapat merusak lingkungan. Dirinya secara ekspilit menyampaikan rekomendasi kepada lurah yang bersangkutan untuk mengoordinasikan dengan dinas terkait.
“Karena dampaknya bisa luas. Coba diperhitungkan dulu itu (saluran air), mengganggu lingkungan atau tidak. Yang seperti ini, jika lurahnya turun ke lapangan pasti akan ketahuan kan,” kata dia.
Menunggu Naturalisasi Ciliwung
Menanggapi fokus kerja Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tentang peningkatan kesehatan dan lingkungan pada 2019 ini, Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Ciliwung Een Irawan menanti realisasi konkret Bima Arya. Menurutnya, konsistensi Pemkot diperlukan agar program naturalisasi Sungai Ciliwung dapat terlaksana.
Menurut Een, berbagai kegiatan berbasis sungai harus dilakukan secara intensif dan tak boleh hanya berfokus pada satu kelurahan karena ada 13 kelurahan yang terlintasi oleh Sungai Ciliwung.
“Destinasi memang jadi akhir tujuan dari program naturalisasi Ciliwung. Melalui tempat tematik ini nantinya, perlahan kita bisa mengubah kebiasaan masyarakat. Diperlukan memang koordinasi dengan lurah yang akan berinteraksi langsung denhan masyarakat, kita juga butuh konsistensi Pak Wali Kota dalam program ini. Beliau kan didapuk sebagai Ketua Satgas Ciliwung,” kata Een.
Menurut dia, jika Wali Kota tidak konsisten dengan fokus naturalisasi Ciliwung, pihaknya mengaku lebih baik kembali ke komunitas dengan program-program yang sudah terbukti kejelasan manfaatnya bagi lingkungan.
Namun begitu, Een menyebut, saat ini pihaknya bersama pemkot tengah berupaya melakukan pendekatan denhan masyarakat terkait agar merawat lingkungan. Namun, jika masyarakat mengacuhkan, ia menyebut intervensi perlu dilakukan untuk memberi efek jera.
Intervensi yang dimaksud, kata Een, membentuk tim operasi tangkap tangan (OTT) yang bertugas menangkap warga yang berniat membuang sampah di Sungai Ciliwung. Tim OTT perlu dibentuk dengan alasan kebiasaan membuang sampah di sungai oleh masyarakat sudah keterlaluan.
“Dari Tim Satgas Sungai Ciliwung, kita menemui ada 87 timbulan sampah besar yang tersebar di 13 kelurahan. Yang timbulan sampah-sampah kecil tidak terhitung saking banyaknya,” kata dia.
Langkah konkret dan konsistensi Satgas Ciliwung bersama pemkot, kata dia, dimulai pada Februari nanti dengan menerjunkan tim patroli yang dibagi menjadi enam tim. Tim patroli tersebut nantinya akan bekerja sama dengan TNI, Polri, Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup, dan Komunitas Peduli Ciliwung.