REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Pemerintah didorong untuk memaksimalkan upaya penanganan stunting atau pertumbuhan anak yang tidak maksimal akibat masalah gizi. Caranya dengan menghidupkan kembali bidan desa dan peta keluarga yang dikeluarkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
‘’Program pemerintah menyelesaikan masalah stunting dewasa ini perlu penjelasan dengan menyeluruh dan gamblang,’’ ujar Haryono Suyono, mantan Kepala BKKBN, Ketua Tim Pakar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) kepada Republika, Ahad (6/1) malam. Di mana secara umum dapat dijelaskan komitmen pemerintah sejak tahun yang lalu sangat tinggi.
Sebabnya, kata Haryono, menyadari bahwa setelah tahun 2000 perhatian masyarakat termasuk perhatian pemerintah tethadap program gizi keluarga mengendor. Sebelum tahun 2000 Departemen Kesehatan bekerja sama dengan (BKKBN) memiliki program gizi keluarga yang awalnya dibantu oleh UNICEF dalam rangka mendukung program KB. Program ini mengharap tiap keluarga memiliki dua anak yang sehat dan bergizi agar keduanya menjadi anak yang sehat dan cerdas.
Kedua instansi tersebut, lanjut Haryono, dengan para bidan serta petugas lapangan KB (PLKB) menyelenggarakan program gizi keluarga yang berhasil di sekitar 60 ribu desa di seluruh Indonesia. Namun sejak akhir tahun 2000 program tersebut mengendor dan kurang mendapat perhatian.
Sehingga ungkap Haryono, pada tahun lalu publik dikejutkan adanya perhatian yang tinggi . Sebabnya di banyak desa terdapat banyak anak balita kurang gizi dan kasus stunting atau anak cebol dengan pertumbuhan otaknya yang terganggu. Pemerintah, tutur Haryono, segera mengambil langkah-langkah konkrit sehingga sejak tahun lalu. Tidak kurang dari 12 Instansi dilibatkan dan Menko PMK serta Menteri Kesehatan mengambil peran yang sangat tinggi.
Kementrian yang terlibat itu sambung Haryano, mengerjakan pekerjaam untuk menangani anak balita kurang gizi dan stunting sesuai peran dan program masing-masing. Akan tetapi sampai hari ini belum dikeluarkan hasil penelitian BPS yang menyeluruh. Khususnya apakah program dari berbagai kementerian itu sudah mengarah pada sasaran yang tepat atau belum.
''Sepengetahun saya, dimasa lalu dipergunakan peta keluarga yang dikeluarkan BKKBN di setiap desa,’’ imbuh Haryono. Sehingga dengan peta ini sasarannya dapat diarah dengan tepat dan anak yang kurang gizi dapat diketahui secara pasti.
Menko PMK Puan Maharani usai memimpin rapat koordinasi penanganan stunting di Kantor Kemenko PMK, Jakarta
Ada baiknya ujar Haryono, peta itu dipergunakan lagi dan di segarkan agar kasus kurang gizi dapat diketahui dengan pasti dan penanganannya dapat diarahkan dengan baik. Terlebih, penyelesaian stunting tidak bisa dilakukan sambil lalu melainkan harus dengan telaten dalam waktu yang lama dan konsisten agar penyelesaiannya tuntas.
Selain itu tambah Haryono, setiap bayi harus ditimbang dengan baik di setiap posyandu. Jumlah posyandu yang dewasa ini tidak kurang dari 50 ribu posyandu telah dibangun dengan dana desa.‘’ Bidan desa perlu dihidupkan kembali dan dijamin setiap desa ada bidan yang bertugas di posyandu’’ cetus Haryono. Harapannya setiap bayi dan anak dibawah usia lima tahun ditimbang di posyandu dan iu hamil serta menyusui mendapat perhatian yang tinggi.
Haryono menuturkan, tanpa program itu masalah gizi dan stunting sulit diselesaikan. Hal ini karena stunting bukan penyakit biasa tetapi terjadi dalam proses yang perlu perhatian secara terus menerus dan konsisten. Bukan saja oleh petugas kesehatan tetapi utamanya oleh kedua orang tua yang tidak boleh miskin dan siap berkorban. Khususnya mengutamakan makanan yang bergizi bagi anak balitanya dan ibu yang sedang mengandung dan menyusui.
Sukabumi Optimalkan Peran Kader Posyandu
Keberadaan kader posyandu dinilai penting dalam mencegah kasus stunting atau bertubuh pendek akibat asupan gizi kurang baik. Oleh karenanya para kader posyandu diberikan pemahaman akan pentingnya masalah gizi pada anak unuke mencegah stunting.
Upaya ini misalnya dilakukan PT Amerta Indah Otsuka yang menggandeng Puskesmas Cicurug melakukan pembinan kepada puluhan kader posyandu pada Sabtu (5/1). Caranya dengan memberikan pengetahuan baru bagi para kader melalui seminar dengan menghadirkan pembincara dari dinas atau para ahli terkait.
‘’ Kegiatan ini untuk memberikan pemahaman kepada kader posyandu mengenai stunting dan kesehatan gizi,’’ ujar Miftachul Djauhari selaku Plant Director PT Amerta Indah Otsuka dalam keterangan persnya. Acara tersebut tidak hanya diadakan untuk posyandu binaan saja melainkan satu kecamatan yakni sejumlah 90 Posyandu dan sembilan bidan desa.
Materi yang diberikan ungkap Miftachul adalah masalah stunting dan parenting. Di dalamnya disampaikan pentingnya keluarga sebagai pendidik, pengasuh, pembimbing dan pelindung pertama dan utama.
Miftachul menuturkan, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama. Hal ini sebagai akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Di manan stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
Dengan adanya seminar bagi kader posyandu lanjut Miftachul, diharapkan dapat menambah wawasan bagi kader Posyandu. Nantinya informaasi ini dapat diteruskan kepada warga lainnya.
Menurut Miftachul, perusahaan secara bertahap mengelola posyandu dari strata pratama hingga mandiri. Posyandu yang dibina sejak 2012 hingga saat ini yaitu Posyandu Garuda yang terletak di Desa Benda, Posyandu Nangka, Jambu 2 dan Cereme yang berada di Desa Kutajaya Kecamatan Cicurug.