Ahad 06 Jan 2019 19:37 WIB

Debat Capres, BPN: Rakyat Butuh Pemikiran Orisinal Kandidat

Kebijakan KPU dalam debat capres-cawapres dinilai menguntungkan salah satu kandidat.

Rep: Umar Mukhtar, Mabruroh/ Red: Andri Saubani
Capres nomor urut 1 Joko Widodo dan Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto berjalan bersama usai Mendeklarasikan Kampanye Damai dan Berintegritas di kawasan Monas, Jakarta, Ahad (23/9).
Foto: Antara/Muhammad Adimadja
Capres nomor urut 1 Joko Widodo dan Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto berjalan bersama usai Mendeklarasikan Kampanye Damai dan Berintegritas di kawasan Monas, Jakarta, Ahad (23/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto- Sandiaga Uno tidak setuju dengan kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memberikan daftar pertanyaan kepada kandidat capres-cawapres sebelum debat berlangsung. Kebijakan KPU itu dinilai hanya akan menguntungkan salah satu kandidat.

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade menuturkan, rakyat memerlukan orisinalitas jawaban kandidat capres-cawapres terhadap suatu persoalan di Tanah Air. Jika sudah diberikan pernyataan lebih dulu, rakyat tidak bisa melihat orisinalitas pemikiran kandidat.
 
"Rakyat perlu jawaban yang orisinal atau isi kepala dari pemikiran kandidat, bukan jawaban yang berdasakan contekan atau bisikan orang," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (6/1).
 
Menurut Andre, kebijakan KPU itu justru menimbulkan kesan menguntungkan kandidat yang sering menggunakan teks saat berbicara di hadapan publik. "Yang memang kesulitan menjawab tanpa contekan atau tanpa bisikan orang. Jadi yang rugi itu rakyat," ucap dia.
 
Sebetulnya, lanjut Andre, tanpa daftar pertanyaan pun mestinya kandidat capres-cawapres sudah bisa mengetahui kerangka persoalan yang menjadi tema debat. Misalnya, pada debat pertama, temanya adalah HAM, korupsi, terorisme, dan hukum.
 
"Seharusnya kandidat sudah tahu kerangkanya seperti apa. Kami optimistis Pak Prabowo mampu menjawab tanpa diberikan daftar pertanyaan itu karena beliau selalu membaca, berdiskusi sehingga beliau punya kemampuan untuk menjawab, mengerti dan memahami masalah tanpa perlu contekan.
 
KPU akan memberikan daftar pertanyaan kepada capres dan cawapres sepekan sebelum debat Pilpres 2019 digelar. Menurut Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, itu dilakukan agar peserta pemilu dapat meyakinkan pemilih dengan menyampaikan visi, misi, dan program dan/atau citra diri peserta pemilu secara menyeluruh.
 
"Dengan memberikan soal sebelummya, maka gagasan yang disampaikan oleh pasangan calon bisa lebih diuraikan dengan jelas dan utuh," kata Pramono dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (6/1).

Menurut Partai Solidaritas Indonesia (PSI), lebih baik membawa catatan ketimbang menyebarkan hoaks. "Kami tidak masalah, bang Andre hanya sedang menjalankan tugasnya. Tapi yang jelas membawa catatan ketika pidato tidak melanggar aturan apapun", kata politisi PSI, Dedek Prayudi dalam siaran pers pada Ahad (6/1).

Ia menuturkan, membawa catatan dalam berpidato menurutnya lebih baik karena menghindari adanya kesalahan data. Karena kesalahan data yang dikembangkan menjadi narasi maka akan menjadikan narasi tersebut sebagai narasi hoaks.

"Ini justru yang tidak boleh. Awal tahun ini, PSI mendata setidaknya di awal 2019 sudah ada tiga hoaks yang diproduksi kubu Prabowo-Sandi," kata laki-laki yang akrab disapa Uki ini.

Oleh karena itu, Uki justru beranggapan bahwa debat dengan format baru ini justru menguntungkan pasangan Prabowo-Sandi. Sehingga mereka tidak lagi melahirkan hoaks-hoaks baru.

"Saya justru berpikir prosedur debat ini menguntungkan pak Prabowo dan bang Sandi. Mereka sudah terlalu sering keliru data sehingga melahirkan narasi sesat. Sekarang paslon 02 dimanjakan dengan sebuah clue data apa yang harus dikuasai sehingga melahirkan narasi berkualitas," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement