Kamis 03 Jan 2019 21:32 WIB

OSO akan Hadirkan Lima Saksi pada Sidang Bawaslu

KPU sebagai penyelenggara tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan (tengah) berbincang dengan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (kanan) dan Tim Kuasa Hukum Oso Gugum Ridho Putra (kiri) dalam sidang lanjutan dugaan pelangggaran administrasi terkait pencalonan Oesman Sapta Odang alias Oso sebagai anggota DPD, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan (tengah) berbincang dengan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (kanan) dan Tim Kuasa Hukum Oso Gugum Ridho Putra (kiri) dalam sidang lanjutan dugaan pelangggaran administrasi terkait pencalonan Oesman Sapta Odang alias Oso sebagai anggota DPD, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (2/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) akan menghadirkan lima saksi untuk sidang lanjutan dugaan pelanggaran administrasi pencalonan OSO sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Bawaslu merencanakan, putusan terkait kasus tersebut akan dibacakan tak lebih dari tanggal 10 Januari 2019.

"Maksimal tanggal 10. Mudah-mudahan besok, saksi selesai semua. Senin atau Selasa kesimpulan, sehabis itu putusan," ujar Ketua Bawaslu, Abhan, di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (3/1).

Pada sidang lanjutan yang akan dilakukan Jumat (4/1), rencananya OSO akan mendatangkan lima orang saksi. Kelimanya terdiri dari tiga saksi fakta dan dua keterangan ahli. Selain itu, dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menghadirkan dua orang ahli.

"Kita lihat saja besok. Posisi kami hanya mendengarkan. Kita meminta keterangan lebih lanjut," jelasnya.

Sebelumnya, Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, mengatakan pihaknya menolak gugatan OSO soal dugaan pelangggaran administrasi dalam pencalonan anggota DPD. KPU juga meminta Bawaslu untuk menolak dalil permohonan gugatan OSO tersebut.

Hasyim menjelaskan, KPU telah mengeluarkan surat nomor 1492 tahun 2018 perihal permintaan pengunduran diri kepada Oso sebagai pengurus parpol. Surat tersebut tertanggal 8 Desember 2018.

Menurut Hasyim, surat tersebut diterima oleh pihak OSO pada 10 Desember 2018. Kemudian, laporan dugaan pelangggaran administrasi baru diterima Bawaslu pada 20 Desember 2018.

Karena itu, lanjut Hasyim, dalil yang menyebut pelapor menerima surat pada 20 Desember 2018 tidak benar. "Maka secara prosedur laporan pelapor sebetulnya telah melewati waktu. Terlapor (KPU), menolak dengan tegas terhadap dalil perlapor," ungkap Hasyim saat memberikan keterangan dalam sidang di Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (2/1).

Kemudian, berdasarkan surat nomor 1492 itu, OSO diminta untuk menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri paling lambat pada 21 Desember. Konsekuensi jika OSO tidak menjalankan permintaan tersebut adalah namanya tidak akan dimasukkan ke dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019.

"Maka, tidak benar jika kami menolak melaksanakan perintah putusan PTUN.  Justru atas terbitnya surat itu, menunjukan bahwa KPU menghormati keputusan PTUN," tegas Hasyim.

Sebab, KPU telah berupaya menampung semua masukan dari berbagai pihak. Selain menghormati putusan PTUN, kata Hasyim, KPU juga wajib menjalankan amanat UUD 1945 sebagaimana tercermin dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 30 terkait pencalonan anggota DPD.

Hasyim menekankan jika KPU sebagai penyelenggara tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. "Terlapor (KPU) meminta kepada majelis untuk menolak atau setidak tidaknya menyatakan tidak bisa menerima (dalil gugatan OSO). Dan menyatakan bahwa terlapor tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran adminsitrasi pemilu dan telah menjalankn aturan sesuai dengan perundang-undangan," tambahnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement