Kamis 03 Jan 2019 19:06 WIB

Kiai Said Tanggapi Soal Potong Tangan Koruptor

Menurut Kiai Said, hukuman potong tangan koruptor tidak bisa diterapkan begitu saja.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ratna Puspita
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj memberikan sambutan saat peluncuran Rumah Pangan Santri di Kantor PBNU Pusat, Jakarta, Rabu (3/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj memberikan sambutan saat peluncuran Rumah Pangan Santri di Kantor PBNU Pusat, Jakarta, Rabu (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj menanggapi isu penerapan hukuman potong tangan bagi para koruptor yang diwacanakan Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain belum lama ini. 

Menurut Kiai Said, hukuman potong tangan koruptor tersebut tidak bisa diterapkan begitu saja. Sebab, harus melalui proses persidangan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).  

Baca Juga

"Itu harus disepakati oleh perlemen dong. Harus digodok, dibahas. Bukan hanya usul beberapa kelompok kecil kemudian langsung dijalankan," ujar Kiai Said saat ditanya wartawan di Gedung PBNU, Jalan Kramat Jati, Jakarta Pusat, Kamis (3/1). 

Di tempat yang sama, Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud juga menyampaikan hal senada. Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama MUI itu pun menjelaskan bahwa pandangan Tengku Zulkarnain itu bukan merupakan pandangan MUI sebagai lembaga, tetapi hanya pandangan pribadi. 

"Itu Tengku Zulkarnain itu, itu belum MUI. Itu pandangan pribadi itu masih," sahut KH Marsudi saat wartawan menanyakan hal itu kepada Kiai Said. 

Sebelumnya, saat mengisi acara Dzikir Nasional Festival Republik 2018 di Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur, Tengku Zulkarnain mengatakan ia dan rekan-rekannya sudah menggodok terkait ajuan permohonan para maling dan koruptor yang terbukti untuk dilakukan hukuman potong tangan dan bukan bukan penjara seperti sekarang ini. 

Menurutnya, usulan ini akan diajukan karena per harinya pemerintah Indonesia harus menyediakan Rp 4 miliar untuk memberi makan tahanan koruptor di penjara atau lembaga permasyarakatan termasuk koruptor dan uang makan untuk narapidana tersebut. Artinya pemerintah membutuhkan uang hingga Rp 15 triliun untuk ransum para tahanan termasuk para koruptor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement