REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, mengatakan capres dan cawapres boleh menggunakan dana pribadi yang tidak dibatasi jumlahnya untuk kampanye pemilu. Hal serupa juga berlaku untuk parpol pengusul capres-cawapres tersebut.
Hasyim menjelaskan, sumber dana kampanye untuk pilpres ada dua. Pertama, dana bisa berasal dari calon itu sendiri (capres atau cawapres).
Kedua, bisa bersumber dari parpol yang mengusulkan atau mencalonkan pasangan capres-cawapres itu. "Maka bisa dilihat, kalau pasangan capres-cawapres nomor urut 01 parpol yang mengusulkan siapa saja. Begitu pula dengan parpol yang mengusulkan capres-cawapres nomor urut 02," ujar Hasyim kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/1).
Dia melanjutkan, baik capres, cawapres maupun parpol pengusul mereka tidak dibatasi jumlah sumber dananya. "Kalau duitnya sendiri (uang dari capres atau cawapres, tidak ada batasan). Kemudian dana dari parpol pengusul juga tidak ada batasan," tegas Hasyim.
Selain itu, capres-cawapres juga boleh menerima dana kampanye dari perseorangan dan perusahaan atau pihak lain yang bukan pemerintah. Sumbangan seperti ini dibatasi jumlahnya.
Berdasarkan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, sumbangan perseorangan maksimal hanya sebesar Rp 2,5 miliar. Sementara itu, sumbangan dari perusahaan dibolehkan maksimal sebesar Rp 25 miliar.
Pada Rabu, sebanyak 16 parpol dan dua pasangan capres-cawapres peserta Pemilu 2019 menyampaikan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) ke KPU. Sementara itu, para calon anggota DPD juga menyampaikan laporan serupa di KPU provinsi masing-masing.
Ditemui secara terpisah, anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin, mengatakan ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam laporan ini. Pertama, sumbangan tidak boleh melampaui batas maksimal.
"Untuk sumbangan perseorangan tidak boleh melampaui batasan perseorangan Rp 2,5 miliar. Kemudian sumbangan dari perusahaan atau badan usaha non pemerintah tidak boleh melebihi Rp 25 miliar. Yang nenjadi perhatian kita adalah soal para penyumbang baik kelompok maupun perseorangan, perusahaan atau badan usaha dalam memberikan dana kampanye harus menyampaikan sesuai dengan yang disumbangkan," jelas Afif.
Jika mereka dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan kampanye, maka ada ancaman pidananya. "Misalnya menyumbang sekian, kemudian sengaja ditulis tidak sejumlah itu, ada ancaman pidana dua tahun penjara dan denda Rp 20 juta," lanjut Afif.
Kemudian, peserta pemilu yang terbukti menerima sumbangan dana kampanye dari sumber yang dilarang, terancam pidana penjara tiga tahun dan dengan maksimal Rp 36 juta.
Selanjutnya, jika ada peserta pemilu yang tidak melaporkan kepada KPU sumbangan yang dilarang tersebut dan tidak menyetorkannya kas negara, terancam pidana penjara empat tahun dan denda tiga kali besaran jumlah sumbangan yang diterima itu.
"Jadi untuk penyampaian LPSDK ini tidak ada sanksi diskualifikasi. Melainkan ada potensi pidana jika akurasi jumlah sumbangan yang disampaikan tidak benar," tegas Afif.