Ahad 30 Dec 2018 21:32 WIB

Kolaborasi untuk Mewujudkan Mimpi

Untuk mendorong masyarakat melakukan perubahan, penting menggunakan konsep empati.

Ketua pilar kewirausahaan KBA Lengkong Kulon, Adi Hermawan menunjukkan hasil kebun yang dikelola warga secara bersama-sama, Ahad (9/12).
Foto: republika/mansyur faqih
Ketua pilar kewirausahaan KBA Lengkong Kulon, Adi Hermawan menunjukkan hasil kebun yang dikelola warga secara bersama-sama, Ahad (9/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mansyur Faqih, wartawan Republika.co.id

Adi Hermawan (35 tahun) memiliki mimpi yang terbilang sederhana untuk lingkungan tempat tinggalnya di Lengkong Kulon, Tangerang, Banten. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai petugas pengendali hama itu hanya ingin masyarakat yang tinggal di desa yang biasa disebut Kampung Sawah ini dapat memiliki kehidupan yang lebih baik.

"Ya harapan saya agar warga lebih terjalin lagi kebersamaannya. Kemudian, masyarakat bisa lebih mandiri dari sisi ekonomi. Bisa mendongkrak ekonomi warga," kata dia sambil mengajak Republika.co.id berkeliling Kampung Sawah, Ahad (9/12). 

Apalagi, lanjut dia, wilayah seluas 75 hektare yang dihuni sekitar 700 kepala keluarga ini telah menjadi apa yang disebutnya 'kampung di tengah kota'. Yaitu sebuah kawasan perkampungan yang dikelilingi oleh kompleks perumahan mewah dan gedung tinggi.

Awalnya, bagi Adi dan warga Kampung Sawah lainnya, 'harapan sederhana' itu merupakan mimpi yang seakan tak terjangkau. Akan tetapi, kesadaran kalau harapan itu tak sekadar mimpi di siang bolong akhirnya secara perlahan terbentuk. Warga mulai yakin bisa melakukan perubahan nyata dengan upaya bersama dan memanfaatkan potensi yang ada di sekitar.

photo
Salah satu warga Kampung Sawah, Lengkong Kulon, Tangerang, Banten menunjukkan tanaman di Kebun Sabilulungan yang dikelola bersama oleh warga, Ahad (9/12).

Hal ini bermula pada awal 2017, warga Kampung Sawah berkenalan dengan program Kampung Berseri Astra (KBA) yang diinisiasi oleh PT Astra International Tbk. "Kita dihubungi dari pihak desa bahwa akan ada CSR (corporate social responsibility) masuk dari Astra. Awalnya juga kita tidak mengerti. Kita cuma diminta pergi ke sana untuk ikut pelatihan, ya ikut saja. Tapi tidak mengerti itu buat apa," kata warga Kampung Sawah lainnya, Yuli Sulastri (34).

Melalui KBA, kata Yuli, masyarakat mendapat pelatihan dalam bidang yang disebut sebagai empat pilar, yaitu wirausaha, kesehatan, pendidikan, dan lingkungan. Setelah mengikuti pelatihan-pelatihan itu dan menerapkan di lingkungannya, warga kemudian mengerti bahwa banyak hal yang bisa dilakukan untuk melakukan perubahan.      

"Karena kalau ibarat kita mau makan, kita tidak dikasih beras, tapi lahan dan bibit. Jadi, bagaimana caranya itu semua bisa menjadi nasi. Itu semua jadi kita yang mengolah. Juga bagaimana bisa menghasilkan dana lagi," tambah ibu rumah tangga tersebut.

Medio 2017, baru warga Kampung Sawah mulai melakukan gerakan kemasyarakatan secara lebih terorganisasi. Struktur kepengurusan KBA Lengkong Kulon pun dibentuk dan berbagai kegiatan yang mencakup empat pilar rutin dijalankan.

Untuk mencapai kemandirian, KBA Lengkong Kulon menjalankan empat pilar secara terintegrasi. Misalnya, kata Adi, pilar lingkungan memanfaatkan lahan wakaf makan seluas 300 meter untuk berkebun. Hasil kebun bernama Sabilulungan (gotong royong-red) ini kemudian dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan pilar-pilar lainnya.

Ketika panen, singkong, labu, jagung, pepaya, pisang, dan sebagainya dijual yang hasilnya digunakan untuk operasional PAUD, pemeriksaan kesehatan rutin, hingga pembelian bibit tanaman lain. "Setelah itu berkembang, kita buka lagi lahan yang seribu meter. Nantinya lahan itu tidak hanya untuk kebun, tapi juga eco edukasi," papar Yuli yang merupakan kader pilar lingkungan di KBA Lengkong Kulon.

Menurut Yuli, meski baru satu tahun mengikuti program KBA, Kampung Sawah telah mendapatkan predikat bintang empat dari Astra. Langsung melesat dari bintang satu ketika awal terlibat. Dia mengaku tak tahu alasan pasti melesatnya prestasi itu. Satu hal yang menjadi alasannya dia perkirakan karena keinginan besar dan semangat warga untuk memajukan kampung.

Apalagi, lanjut Adi, KBA Lengkong Kulon selalu menjawab tantangan Astra yang sering memberikan tantangan untuk menelurkan ide kreatif. "Awalnya bingung dikasih tantangan. Tapi ketika kita lihat di sini banyak barang bekas, makanya kita manfaatkan jadi barang lagi. Ini kita jual setiap ada acara," papar Adi yang dipercaya menjadi ketua pilar kewirausahaan KBA Lengkong Kulon. 

Adi dan Yuli pun kini berupaya agar semangat perubahan dapat terus menyebar ke warga lain. Tak hanya di Kampung Sawah, akan tetapi juga ke daerah lain. Hal ini dilakukan antara lain dengan membagi ilmu yang mereka terima ke warga lain. 

"Kita kasih contoh saja terus untuk tiap-tiap pilar. Kita kasih contoh terus sampai ada hasilnya. Kemarin, posbindu kita jadi yang terbaik di tingkat Kabupaten Tangerang. Dengan begini kan mereka jadi bisa melihat bahwa kegiatan kita itu positif," papar Yuli.

Keinginan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat juga menjadi semangat warga di Perumahan Pinang Griya Permai, Tangerang, Banten yang tergabung dalam KBA Pinang. Prabudi Nawarindra, koordinator pilar pendidikan KBA Pinang berharap, kegiatan positif yang telah dijalankan di lingkungannya dapat diadopsi oleh warga lain.

photo
Kegiatan mendongeng menjadi salah satu kegiatan rutin yang dijalankan setiap pekan oleh KBA Pinang.

Untuk kegiatan mendongeng di taman, misalnya, dilakukan dengan mengundang pendongeng nasional yang sekaligus memberikan pelatihan. Tujuannya agar semakin banyak orang tua yang tertarik dan bisa mendongeng. Tak hanya untuk anaknya, tapi juga untuk anak-anak lainnya.

"Ide mendongeng dari warga karena banyak anak-anak yang datang dan bermain di taman. Jadi, sambil mereka bermain kita buat kegiatan agar bisa mencintai buku, mau membaca lagi," kata dia. 

Kegiatan bernama Sudut Dongeng, kata Indra, telah menjadi daya tarik bagi masyarakat. Meskipun masih mengandalkan gerobak baca dengan keterbatasan jumlah buku, tak hanya masyarakat dari lingkungan sekitar, bahkan warga dari kecamatan lain pun kerap datang.

"Mereka melihat di sini ada taman hutan kota, ada dongeng, ada buku, ada tempat bermain. Jadi di sini banyak dari masyarakat luar karena kami menawarkan sesuatu yang beda, tidak hanya taman," kata Indra. 

photo
Reisya (kanan) dan Salsa (8) kerap datang ke Taman Hutan Kota di Perumahan Pinang Griya Permai, Tangerang, Banten untuk mendengarkan dongeng serta bermain.

Reisya (10) dan Salsa (8) merupakan anak-anak yang sengaja datang dari tempat tinggalnya di kecamatan lain untuk mendengar dongeng dan bermain. "Datang ke sini sama Bunda yang diajak tetangga. Soalnya senang main di sini, bisa main susun balok," kata Reisya.

Indra pun berharap, kegiatan Pilar Pendidikan itu tidak berhenti sampai sebatas memiliki gerobak baca. Dia bermimpi dapat memiliki perpustakaan dengan koleksi buku bacaan yang jauh lebih lengkap. Dengan begitu, dapat semakin menarik minat baca anak-anak dan bisa melakukan aktivitas yang lebih beragam. 

"Kita juga harapkan ibu-ibu untuk dapat melebarkan sayapnya keluar dari lingkungan ini. Agar ada pojok-pojok dongeng lain. Di sekitar kita saja ada empat taman. Kalau taman yang lain sudah bagus dan ada mainannya, nanti mereka bisa buat pojok lain. Jadi tidak harus ke sini," kata Ida, pembina KBA Pinang.

Empati

Pendiri Rumah Perubahan, Rhenald Kasali menjelaskan, perubahan memang harus dilakukan oleh masyarakat sendiri. Selain karena mereka yang tahu potensi yang ada, juga lantaran agar ada perasaan memiliki. Akan tetapi, untuk memicu perubahan itu, bisa menggunakan kolaborasi dengan pihak lain. Hanya saja, kolaborasi itu penting untuk menggunakan konsep empati.

Dia mencontohkan, di Trenggalek ada kepala daerah yang mencoba melakukan perubahan dengan menggunakan paradigma orang luar. Selama setahun berjalan, dia pun gagal. Hingga kemudian dia memutuskan untuk tinggal bersama masyarakat dan lebih mengenal mereka. "Setelah tinggal bersama, baru kemudian tahu, ternyata masyarakat tidak ada MCK, jadi itu dulu yang dibangun. Jadi harus dimulai dengan empati, bukan dengan arahan atau kekuasaan," papar dia.

Menurutnya, kegiatan perubahan dengan empati bisa terlihat dari gerakan wirausaha sosial. Gerakan ini sejatinya adalah cara melatih kepekaan untuk berbagi terhadap sesama. Karenanya, penekanan program ini ada pada penyediaan akses dan fasilitasi.

Jadi, membangun kolaborasi antara jaringan dan akses yang luas dengan potensi lokal masyarakat. "Kolaborasi itu dengan para pelengkap, jadi komplementer. Bukan substitusi," ujar dia.

Menjadi pelengkap masyarakat memang menjadi satu konsep yang diusung Astra dalam menjalankan program KBA. Head of Corporate Communications PT Astra International Tbk Boy Kelana Soebroto menjelaskan, kolaborasi yang dibangun dengan mayarakat diharapkan dapat menjadi solusi bersama untuk mewujudkan wilayah yang bersih, sehat, cerdas, dan produktif. Dengan begitu, dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Astra, kata dia, selalu mencari potensi-potensi dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini dimulai dengan membentuk tim kampung yang berisi perwakilan dari Astra, warga, dan pemerintah daerah. "Di situ kemudian diskusi dan saling keluarin ide. Jadi terlihat tokoh-tokoh masyarakat yang vokal, positif dan bisa menginspirasi. Yang pasti masyarakat dipancing dari persoalan yang ada, kira-kira apa sih solusinya," ungkap dia.

Jika kemudian ada KBA yang berhasil, kata Boy, harapannya areanya bisa meluas. Atau bisa juga diduplikasi ke kampung-kampung lain. "Saat ini ada 77 KBA di 34 provinsi. Targetnya 100 lebih KBA pada tahun depan yang akan dikembangkan terus sehingga bisa menjadi desa sejahtera di 100 kabupaten di Indonesia. Ini sejalan dengan arahan pemerintah untuk menciptakan desa maju, mandiri, dan sejahtera," kata dia.

Chairman La Tofi School of CSR, La Tofi menambahkan, penyebarluasan gerakan perubahan masyarakat akan lebih mudah jika berlangsung secara natural (alamiah). Artinya, masyarakat sendiri yang membagikan pengalaman mereka ke warga atau daerah lain.  

"Karena mereka sendiri yang merasakan manfaat ekonominya. kalau satu masyarakat sukses, maka masyarakat lain yang melihat akan meminta cara yang digunakan. Itu namanya multiplier effect dari satu perubahan, dari satu masyarakat ke masyarakat lain," ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement