Ahad 30 Dec 2018 02:51 WIB

Menag Tanggapi Soal Risalah Jakarta

Para tokoh meminta pemerintah memperhatikan masukkan tersebut.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin, mengapresiasi rumusan 'Risalah Jakarta' yang digagas puluhan tokoh lintas agama. Lukman mengaku siap menjadikan rumusan 'Risalah Jakarta' sebagai pedoman dalam pengambilan kebijakan. 

"Kami akan secara serius menjadikannya sebagai pedoman dalam menata kehidupan dan kerukunan umat beragama di masa mendatang," ujar Lukman dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Sabtu (29/12). 

Kemenag, kata dia, akan terus berusaha untuk memberikan pelayanan, jaminan, dan perlindungan kehidupan umat beragama, sesuai regulasi yang ada. Selain itu, pihaknya juga akan menyediakan fasilitas dan akses program agar orang-orang yang dianggap memiliki keluasaan pengetahuan dan otoritas keagamaan dapat terus hadir di ruang-ruang publik dan di dunia digital. 

"Dengan demikian, mereka dapat memberikan pencerahan nilai-nilai moral dan spiritual agama melalui jalur-jalur kebudayaan," lanjut Lukman. 

Dia menilai hal ini penting, mengingat selama ini pihak-pihak yang dianggap memiliki otoritas pengetahuan agama, baik dari kalangan agamawan maupun akademisi, dirasakan kurang hadir mengisi dahaga keberagamaan publik lewat ruang-ruang media sosial. Padahal sejatinya mereka dirasa sangat mampu menghadirkan nilai-nilai luhur moral dan spiritual agama.

"Kami merasa perlu memberikan fasilitas dan akses dalam menginternalisasi dan menyebarkan nilai-nilai moral dan spiritual agama melalui strategi kebudayaan yang terencana dengan baik dan matang, baik melalui penguatan literasi bacaan maupun dengan lebih banyak lagi menjelaskan agama melalui media kebudayaan yang universal, kreatif, dan ramah teknologi," tuturnya. 

Menag juga menyerukan kepada semua pihak untuk senantiasa menghindari perilaku ekstrem dan eksklusif dalam beragama. Menag sependapat bahwa konservatisme, yakni beragama dengan menekankan pada nilai-nilai lama agama, bukan masalah dalam kehidupan beragama. Namun, sikap ultra konservatif, dalam wujud eksklusivisme dan ekstremisme beragama, terbukti telah mereduksi dan mengingkari esensi ajaran agama itu sendiri. 

Baik ekslusivisme maupun ekstremisme juga terbukti dalam konteks kekinian telah mengekang kreativitas sekaligus menghilangkan rasa aman para generasi muda yang selama ini berkreasi menyisipkan muatan (content) nilai-nilai agama di ruang-ruang digital. 

"Karena itu dirasa perlu adanya jembatan untuk melakukan sinergi antara otoritas keagamaan dengan kebutuhan generasi milenial kekinian," tegas Lukman. 

Dia menambahkan, semua pihak harus  terus mengedepankan keteladanan moderasi beragama yang mengayomi, santun, adil, berimbang, serta saling menghargai satu pandangan dengan pandangan lain.

Sebelumnya, sebanyak 50 tokoh lintas agama merumuskan lima hal untuk mengantisipasi menguatnya sikap ekstremisme dan eksklusivisme beragama. Para tokoh ini meminta pemerintah memperhatikan lima masukan tersebut untuk kelangsungan hidup bernegara. Lima hal tersebut disepakati dalam 'Risalah Jakarta'. 

Adapun sejumlah perumus risalah itu yakni Mahfud MD, Asep Zamzam Noor, Fatin Hamama, Garin Nugroho, Haidar Baqir, Hartati Murdaya, Henriette G Lebang, Jadul Maula, Komaruddin Hidayat, Suhadi Sanjaya, Sujiwo Tedjo, Ulil Abshar Abdalla, Usman Hamid, Uung Sendana, Wahyu Muryadi, Yudi Latif, Bhikku Jayamedo, Alisa Wahid, Coki Pardede, Zaztrow,  dan D Zawawi Imron.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement