Sabtu 29 Dec 2018 23:14 WIB

Ada Workshop Jurnalistik Milenial di Festival Republik 2018

Pelatihan mengajarkan kaum milenial lebih tanggungjawab dan paham kerja jurnalistik.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Didi Purwadi
Peserta dan narasumber  berfoto bersama dalam  workshop jurnalistik milenial, Sabtu (29/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Peserta dan narasumber berfoto bersama dalam workshop jurnalistik milenial, Sabtu (29/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- 'Festival Republik 2018' yang diadakan oleh media massa Republika, mulai dibuka pada Sabtu (29/12). Salah satu kegiatan dari rangkaian acara yang berlangsung di Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur itu adalah workshop jurnalistik bagi kaum milenial. Materi yang disampaikan berupa dasar-dasar jurnalistik dan teknik dasar penggunaan drone.

Ketua Panitia Festival Republik 2018, EH Ismail mengatakan, kegiatan ini menyasar kaum milenial atau anak-anak muda zaman sekarang agar mereka mendapat dasar-dasar pengetahuan dunia jurnalistik. Menurutnya, produk jurnalistik memiliki kekhasan, yaitu informasi yang disampaikan itu sudah melalui tahapan-tahapan tertentu.

Dan, ciri paling utama adalah verifikasi. ''Jadi tidak semata sebar informasi atau data yang belum terverifikasi,'' ujarnya.

Hal inilah, lanjutnya, yang sebenarnya ingin ditanamkan atau diberikan kepada kaum milenial. Sehingga, mereka memahami bahwa informasi yang selama ini sangat 'banjir' di media sosial itu sangatlah berbeda dengan produk jurnalistik.

Menurut Ismail, beberapa tahun belakangan publik sudah mulai dibanjiri oleh banyak informasi yang lalu-lalang di berbagai media. ''Bagaimana posisi media di tengah-tengah lalu lintas informasi yang sangat banjir ini?,'' katanya. ''Ya itu tadi, media berdiri di ranah produk khusus, khas, di mana informasi yang disampaikan itu benar-benar sudah diverifikasi. Pelatihan ini sebenarnya ingin menyampaikan pesan itu kepada kaum milenial.''

Selain itu, pelatihan tersebut juga bertujuan untuk mengajarkan bagaimana menyajikan informasi yang sifatnya visual, tidak hanya teks, menggunakan alat atau teknologi terkini, seperti drone. Ismail mengatakan, saat ini banyak individu yang mengambil gambar dengan menggunakan drone kemudian menyertakan informasi tambahan berupa teks yang tidak sinkron.

''Kadang gambar atau video dengan teks tidak sinkron, hanya nyambung-nyambungin,'' paparnya.

Padahal, sambungnya, teknologi seperti drone bisa dimanfaatkan untuk menyebarluaskan informasi berupa audio, visual, dan teks melalui cara kerja jurnalistik. Informasinya adalah informasi yang terverifikasi dan valid. Sehingga, publik tidak terjebak dalam informasi-informasi yang bohong.

Ia menegaskan, tahapan utama dalam proses pembuatan sebuah produk jurnalistik adalah verifikasi. Begitu informasi atau data berupa teks, audio, maupun visual sebelum melalui proses verifikasi, maka belum bisa disebut sebagai produk jurnalistik.

''Kita mau mengajarkan itu kepada kaum milenial agar lebih bertanggungjawab dan paham kerja jurnalistik seperti itu. Sehingga nanti mereka akan bisa memilah, informasi yang valid itu adalah informasi media massa yang masih menjalankan proses jurnalistik verifikasi tadi. Sebelum terverifikasi, maka informasi itu masih liar, bisa benar, bisa bohong atau berada di tengah-tengah itu,'' jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement