REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Polda Banten menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) pengurusan jenazah korban tsunami Selat Sunda. Ketiga tersangka yakni seorang aparatur sipil negara (ASN) berinisial F, dan dua karyawan sebuah perusahaan swasta berinisal I dan B.
"Kami telah menetapkan tiga tersangka setelah mendapatkan dua alat bukti," kata Kabag Wasidik Ditreskrimsus Polda Banten AKBP Dadang Herli di Serang, Sabtu (29/12).
Dadang mengatakan, penetapan ketiga tersangka tersebut setelah penyidik melakukan pemeriksaan kepada lima orang saksi dan beberapa alat bukti seperti kuitansi tidak resmi yang dikeluarkan oleh tersangka F. "Dokumen yang digunakan termasuk kuitansi tidak resmi dikeluarkan oknum ASN bersama dengan karyawan sebuah CV," katanya.
Menurut Dadang, ketiganya dijerat pasal 12 huruf E Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Ancaman pidana penjara seumur hidup, atau paling singkat empat tahun, dan denda paling sedikit 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar," kata Dadang.
Sebelumnya, Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah membantah adanya dugaan pungutan liar dalam pengurusan jenazah korban tsunami di Rumah Sakit Drajat Prawiranegara (RSDP). Mendengar informasi ada dugaan pungutan liar terhadap keluarga korban bencana tsunami di rumah sakit tersebut, Ratu Tatu Chasanah langsung memanggil jajaran direksi dan manajemen RSDP pada Rabu (26/12) sore.
Tatu juga mendatangi RSDP pada Kamis (27/12) untuk mengecek langsung situasi dan berbagai dokumen di RSDP. Pascatsunami menerjang, mobil ambulans dan mobil jenazah milik RSDP diturunkan ke Kabupaten Serang dan Pandeglang untuk membawa korban ke fasilitas kesehatan.
"Kalau untuk pulang, mungkin keluarga korban menghubungi pihak ketiga, bukan ambulans maupun mobil jenazah dari RSDP termasuk jika keluarga korban membutuhkan peti jenazah, dipastikan membeli dari pihak ketiga, Karena RSDP tidak menyediakan peti jenazah," katanya.
Tatu juga menjelaskan, terkait bukti kuitansi pembayaran dari keluarga korban, dipastikan bukan resmi dari manajemen RSDP. Bahkan Ia mempersilakan kepolisian untuk melakukan penyelidikan. "Kami juga sudah bertemu dan rapat bersama dengan pihak kepolisian, karena ini soal kemanusiaan," kata Tatu.
Tatu menilai, jika benar ada oknum yang melakukan pungli, maka sudah mencederai citra RSDP sekaligus tidak menghargai para dokter dan tenaga kesehatan yang bekerja tanpa lelah dan ikhlas mengobati korban bencana tsunami. "Jadi silakan diusut tuntas jika ada oknum yang melakukan pungli," ujarnya.
Plt Direktur RSDP Sri Nurhayati mengatakan, RSDP sudah berupaya semaksimal mungkin melakukan tindakan sesuai standar operasional prosedur (SOP) untuk melayani semua korban tsunami yang datang dan memerlukan pertolongan. "Para korban sudah dilayani semaksimal dan seoptimal mungkin," ujarnya.