Sabtu 29 Dec 2018 12:37 WIB

Program Hapus Tato Ramai Peminat tapi Sepi Dukungan

Sudah lebih dari 300 orang yang ditangani dan ingin menghapus tato

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Esthi Maharani
Petugas penghapus tato / Ilustrasi
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Petugas penghapus tato / Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Sejak Agustus 2017 lalu, Komunitas Dakwah dan Sosial (Kodas) yang kini menjelma menjadi Hijrah Care konsisten bergerak di bidang program hapus tato secara gratis. Perlahan tapi pasti, organisasi sosial tersebut kini sudah menangani lebih dari 300 orang yang ingin menghapus tato.

Saat ini, organisasi tersebut telah memiliki dua mesin hapus tato portabel seharga Rp 35 juta dan Rp 65 juta yang diperoleh dari warga Bandung yang mengapresiasi kegiatan tersebut. Namun, tantangan terbesar adalah Hijrah Care saat ini belum memiliki sistem pendanaan yang mapan. Sehingga, dalam beberapa kesempatan kegiatan para pengurus Hijrah Care yang harus mengeluarkan dana dari saku pribadinya sendiri.

"Operasional Hijrah Care ini sementara ini jadi hambatan. Kita banyak mengambil infak peserta walaupun ada donatur meski belum tetap termasuk di dompet pribadi," ujar Founder Hijrah Care, Rifki Syaiful Rahman saat ditemui di Mesjid Al-Kaafah, Bandung, Sabtu (29/12).

Meski tidak mempermasalahkan hal tersebut namun jika tujuh orang pengurus terus mengeluarkan dana pribadi, dikhawatirkan akan berdampak tidak baik pada kesehatan organisasi.

"Kita sebenarnya gak jadi masalah (keluar dana pribadi) karena niat ibadah. Cuma biar lebih lancar karena pribadi terbatas,  memang membutuhkan dukungan dari pihak lain," ungkapnya.

Ia berharap masyarakat yang bersedia menjadi donatur tetap untuk operasional program. Apalagi biaya operasional sendiri terbilang besar seperti krim anastesi seharga Rp 1.5 juta untuk digunakan selama satu bulan. Dana tersebut menurutnya belum termasuk untuk masker, alkohol dan perawatan mesin yang harus dikalibrasi 6 bulan sekali.

"Waktu satu mesin portable rusak, biayanya sampai Rp 2 juta," katanya.

Rifki pun mengharapkan dukungan dari pemerintah. Ia bahkan beranggapan program hapus tato seharusnya bisa diadopsi oleh pemerintah. Oleh karena itu pihaknya pada 2019 akan menjajaki kerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Bandung untuk tindakan preventif.

"Kita mau menjajaki Dispora, Disdik untuk bisa tidak hanya sebatas menghapus tato tapi ada penanganan preventif. Masuk ke sekolah dan berbicara bahaya tato secara medis, agama dan sosial," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan survei yang dilakukan Hijrah Care kepada mereka yang sudah memiliki tato, kebanyakan berawal dari pergaulan saat masa SMP dan SMA.

"Kita berikan edukasi ke siswa SMP dan SMA yang masih polos. Kalau di Perguruan Tinggi sudah punya pemikiran sendiri idealis dan rada susah makanya lebih baik sejak dini diberikan pemahaman," katanya.

Untuk diketahui, sejak Agustus 2017 lalu ada 500 orang yang mendaftarkan diri untuk mengikuti program hapus tato. Namun yang memenuhi persyaratan sebanyak 300 orang dan yang konsisten mengikuti kegiatan hanya 80 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement