Sabtu 29 Dec 2018 11:14 WIB

Pascaerupsi, Gunung Anak Krakatau Mengecil

Gunung Anak Krakatau yang tinggi semula 338 meter kini terlihat tinggal 110 meter.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Endro Yuwanto
Aktivitas Gunung Anak Krakatau saat erupsi terlihat dari KRI Torani 860 di Perairan Selat Sunda, Lampung Selatan, Jumat (28/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Aktivitas Gunung Anak Krakatau saat erupsi terlihat dari KRI Torani 860 di Perairan Selat Sunda, Lampung Selatan, Jumat (28/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM melaporkan puncak Gunung Anak Krakatau tidak terlihat lagi. Berdasarkan hasil analisis visual, terkonfirmasi Gunung Anak Krakatau yang tingginya semula 338 meter kini terlihat tinggal 110 meter.

Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo mengatakan, puncak kawah tidak terlihat lagi pada Jumat (28/12) sore. Setelah sebelumnya terjadi peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau yang sangat tajam sejak 24-27 Desember 2018 sehingga kemudian dinaikkan menjadi status siaga.

"Sekitar pukul 14.18 kemarin sore, itu terlihat dan terkonfimrasi bahwa Gunung Anak krakatau itu jauh lebih kecil dari sebelumnya. Kami melihat bahwa Gunung Anak Krakatau itu tingginya yang semula 338 meter sekarang ini ya kira-kira hanya 110 meter," ujar Purbo dalam keterangannya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Sabtu (29/12).

Menurut Purbo, dari pos PGA Pasauran, posisi puncak Gunung Anak Krakatau saat ini lebih rendah dibanding Pulau Sertung yang menjadi latar belakangnya yang tingginya 182 meter.

Volume Anak Krakatau yang hilang diperkirakan sekitar 180 juta m3. Sementara, volume yang tersisa saat ini diperkirakan antara 40 hingga 70 juta m3. "Sehingga masyarakat mungkin menganggap lho Krakataunya hilang? Nggak, sebenarnya ada sisa, hanya di bawah background," ujar Purbo.

Purbo melanjutkan, berkurangnya volume tubuh Gunung Anak Krakatau ini diperkirakan karena adanya proses rayapan tubuh gunung api yang disertai oleh laju erupsi yang tinggi pada 24-27 Desember 2018.

Lalu, PVMBG mencatat terjadi perubahan pola letusan Gunung Anak Krakatau pada Kamis (27/12) pukul 23.00 WIB, yaitu terjadinya letusan-letusan dengan onset yang tajam.

Namun pada Jumat (28/12) sore, PVMBG melaporkan aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini yang paling memungkinkan adalah terjadinya letusan-letusan surtseyan. Letusan jenis ini karena terjadi dipermukaan air laut.

Meskipun bisa banyak menghasilkan abu, tapi tidak akan menjadi pemicu tsunami. Potensi bahaya lontaran material lava pijar masih ada. "Jadi magma menyentuh air laut dan menjadikan letusan surtseyan, bukan strombolian seperti kemarin vertikal merah menyala. Strombolian mungkin masih tapi sangat jarang," kata Purbo.

Purbo juga mengungkapkan, saat ini suara dentuman dari letusan Gunung Anak Krakatau juga telah berkurang jauh dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai 14 kali per menit. "Sekarang itu nggak terdengar, mungkin satu dua ya tapi tidak ada dentuman yang kami dengar dari pos PGA Pasauram tidak ada lagi. Kalau kadang kami masih lihat beberapa letupan kecil yang notabene adalah hembusan tanpa dentuman," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement