Jumat 28 Dec 2018 13:19 WIB

Menyulap Kampung Banjir Menjadi Asri

Pojok-pojok gang yang sempat menjadi sarang sampah disulap menjadi taman.

Rep: Achmad Syalabi Ichsan/ Red: Indira Rezkisari
Suasana bank sampah di RW 01, Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.
Foto: Republika/Achmad Syalabi Ichsan
Suasana bank sampah di RW 01, Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, Musjilah tergopoh-gopoh dengan dua kantong sampah isi ulang. Kantong biru setinggi dada orang dewasa itu dibawanya sendiri dari rumah. Di dalamnya berisi sampah plastik beragam produk. Gelas dan botol  minuman kemasan tampak mendominasi isi kantong itu.

Sabtu itu, Musjilah menjadi nasabah pertama yang datang ke Bank Sampah dan Taman Toga Kampung Berseri Astra RW 01 Sunter Jaya, Jakarta. Dia tidak menyia-nyiakan kehadirannya yang tanpa antrean. Sesampainya di lokasi, tangannya cekatan menggantung dua kantong tersebut di timbangan. “Empat kilogram,” gumam perempuan paruh baya itu usai menjumlah volume dua kantong sampah di bank sampah yang terletak di RW 01 itu.  Setelah ditimbang, dua kantong besar itu masuk ke dalam gudang.

Warga RT 13/01 itu lantas mencatatkan hasil perhitungannya ke petugas. Kordinator bank sampah, Sri Rahayu, pun meneken hasil setoran Musjilah di sebuah buku tabungan bank sampah merah berlogo Astra Honda Motor (AHM). Setelah Musjilah selesai, belasan nasabah lain memenuhi antrean. Sama seperti Musjilah, para ibu di lingkungan RW 01 itu membawa kantong-kantong besar isi ulang berisi sampah anorganik. Bersama para kader PKK, Sri Rahayu melayani mereka satu per satu.

Sri Rahayu atau akrab disapa Ayu, mengungkapkan, setiap kilogram sampah dihargai Rp 3.000. Untuk yang belum dibersihkan, bernilai Rp 1.500. Setiap pekan, jumlah sampah yang disetor bervariasi dari 100-150 kg. Umumnya, para nasabah tidak langsung menukar sampah dengan uang. Mereka akan menunggu hingga Hari Raya Idul Fitri untuk mengambil hasil sampahnya. “Bisa beli daging untuk Lebaran,” ujar dia.

Menurut Ayu, botol, gelas plastik dan kardus akan dijual kembali ke bank sampah induk atau ke lapak besar. Tergantung berapa harga yang ditawarkan. Margin dari harga jual sampah untuk nasabah dan harga di lapak akan dimanfaatkan untuk pengelolaan bank sampah. Untuk sampah plastik yang tidak laku dijual —seperti bungkus makanan siap saji dan kantong minyak goreng— akan dimanfaatkan kerajinan daur ulang. Mereka akan membuat tas, dompet, tempat tisu, pot hingga vas bunga.

Minat Ayu untuk mengelola sampah memang sudah berakar sejak lama. Sebelum membuat bank sampah, Ayu sempat berbisnis botol beling bekas. Limbah botol rumah tangga dikumpulkan Ayu kemudian dijual ke lapak pemulung. Lambat laun, Ayu pun menerima sampah plastik karena adanya permintaan dari pelapak.  “Dulu rumah saja penuh sampah. Terus warga minta dipindahkan ke tanah ini,” ujar dia.

Lahan tidur kepunyaan tetangga Ayu terletak hanya 50 meter dari rumahnya. Ayu mengungkapkan, lahan itu sebelumnya menyeramkan karena kumuh dan kotor. Gubuk reot di dalam lahan membuat warga ingin cepat-cepat berlalu jika melintasi lahan itu. Namun, tekad Ayu untuk memindahkan gudang sampah dari rumahnya mengalahkan rasa takutnya. Dia mengajukan izin kepada pemilik lahan untuk memanfaatkan lahan tidur tersebut sebagai bank sampah.

Tekad Ayu terwujud. Si empunya lahan memberi izin kelola kepada Ayu dan segenap pengurus PKK RW 01. “Syaratnya ya bangunannya jangan permanen,” jelas dia. Meski demikian, Ayu butuh modal untuk mendirikan bangunan itu. Gubuk yang ada di lahan tersebut harus direnovasi agar tidak rubuh. “Saya ajukan program ke Astra. Alhamdulillah dikasih Rp 10 juta dalam bentuk material,” kata dia.

Gubuk itu lantas disulap menjadi bangunan cantik. Warna merah, peach, biru tua dan biru muda mewarnai dinding bermaterikan papan itu dengan pola horizontal. Beberapa rangka yang sudah lapuk diganti dengan kayu baru. Di sekeliling bangunan juga dihiasi dengan taman. Puluhan pot berisi tanaman hias mengelilingi bank sampah. “Kesan menyeramkan sudah tidak ada lagi,” kata dia.

Tepat pada 25 September 2011 —sesuai dengan hari ulang tahun Ayu—  bank sampah itu berdiri. Nasabah bank sampah yang tadinya belasan kini sudah berjumlah lebih dari seratus orang. Sampah plastik yang dikumpulkan mencapai tiga ton per tiga bulan. Jumlah itu sudah berkurang jika dibandingkan lima tahun lalu. Ketika itu, bank sampah bisa menerima sampah plastik hingga delapan ton per tiga bulan.

Ayu menilai, berkurangnya volume sampah plastik yang disetor tersebut menjadi bentuk keberhasilan bank sampah. Ayu bersama pengurus bank sampah lainnya tak lelah untuk mengingatkan masyarakat agar meminimalisir penggunaan sampah plastik. “Kalau arisan, pengajian kita sudah tidak pakai gelas plastik. Terus kalau belanja bawa wadah sendiri,” jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement