Jumat 28 Dec 2018 06:30 WIB

Kaleidoskop 2018: Nasib Meikarta PascaOTT KPK

Mayoritas pengaduan Meikarta adalah masalah down payment.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
Pekerja beraktivitas di areal proyek pembangunan kawasan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (3/11/2018).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Pekerja beraktivitas di areal proyek pembangunan kawasan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (3/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI --  Proyek Meikarta tersandung kasus hukum setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan uang Rp 1,5 miliar mengenai perizinan proyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. KPK bahkan telah menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat pejabat di bawahnya sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan Meikarta oleh Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro yang juga telah menjadi tersangka.

KPK belum memberikan lampu hijau soal kelanjutan pembangunan megaproyek Meikarta ini. KPK akan berhati-hati dalam kesimpulan karena bagaimanapun persoalan proyek Meikarta berkaitan dan dengan perekonomian.

Namun, kuasa hukum PT MSU dari Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (Integrity), Denny Indrayana, menjelaskan, proses hukum yang kini berlangsung di KPK merupakan hal terpisah dan berbeda dengan proses pembangunan. Sehingga menurutnya megaproyek tersebut tetap akan dilanjutkan sesuai dengan komitmen perusahaan kepada para pembeli.

"PT MSU sangat berterima kasih. Dengan demikian, kami bisa meneruskan pembangunan yang telah dan masih berjalan serta kontribusi kami untuk membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar Denny beberapa waktu lalu.

Salah seorang calon pelanggan asal Tangerang Selatan, FZ mengaku sedang meminta uang mukanya dikembalikan atau refund. Permintaannya ini diajukan sebulan sebelum pemberitaan OTT KPK keluar. "Karena ada info-info yang kurang pasti. Ketika berita soal OTT KPK keluar, semakin yakin kalau refund ini keputusan tepat," kata FZ.

Sejauh ini, FZ mengaku sudah menyetor cicilan ke Meikarta sebanyak lima kali atau sekitar Rp 10 juta. "Jadi uang muka dibagi enam termin, per bulannya sekitar Rp 1,9 juta, saya juga sudah bayar booking fee di awal sebesar Rp 2 juta. Maka uang yang sudah masuk ke sana sekitar Rp 12 juta," katanya.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, mendesak pihak perusahaan bertanggung jawab atas dana yang sudah dikeluarkan konsumen. Karena sejak awal YLKI telah memberikan public warning agar masyarakat tidak melakukan transaksi apa pun terkait proyek Meikarta. Dia juga menganggap kasus Meikarta saat ini merupakan kegagalan negara dalam melakukan pengawasan.

"Mayoritas pengaduan Meikarta adalah masalah down payment yang tidak bisa ditarik lagi, padahal diiklannya mengatakan refundable. Ditambah lagi masalah model properti yang dipesan tidak ada, padahal iklannya menyebutkan adanya model tersebut," ujar Tulus.

Masalah yang terjadi di Bekasi bukan saja berhenti pada Meikarta, namun juga terhadap pembangunan dan perbaikan jalan tol Jakarta-Cikampek yang berdampak pada kemacetan di tol semakin parah. Kemacetan terjadi karena adanya pengerjaan tiga pengerjaan proyek infrastruktur sekaligus, yakni proyek kereta api ringan, jalan tol layang Jakarta-Cikampek, dan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ditambah dengan perbaikan rutin jalan tol.

Namun menjelang libur Natal dan tahun baru 2019, pekerjaan pembangunan infrastruktur akan dihentikan sementara. Penghentian dilakukan mulai 18 Desember 2108 sampai 1 Januari 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement