Jumat 28 Dec 2018 04:09 WIB

Kisah Mumu Penonton Seventeen Band yang Selamat dari Tsunami

Sedikitnya 420 orang dilaporkan tewas akibat terjangan tsunami.

Pesisir pantai Anyer, Banten pascabencana tsunami (24/12).
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Pesisir pantai Anyer, Banten pascabencana tsunami (24/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Ahmad Mubarok (22 tahun), merupakan salah seorang penyintas yang selamat dari ganasnya tsunami Selat Sunda yang terjadi akibat letusan Gunung Anak Krakatau (GAK) pada Sabtu (22/12), sekitar pukul 21.30 WIB itu.

Pria yang biasa dipanggil Mumu itu, sedang menyaksikan konser dari Seventeen Band pada acara gathering PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Pantai Tanjung Lesung, Kecatan Panimbang.

"Saya bersama teman-teman sedang nonton konser Seventeen Band saat kejadian," kata Mumu yang sempat menjalani perawatan medis di Klinik Alinda, Panimbang.

Ia menuturkan, setelah vokalis Seventeen Band, Ifan menyelesaikan lagu pertama, tiba-tiba terdengar dentuman suara dari arah laut, di mana Gunung Anak Krakatau berada.

"Tiba-tiba ada suara dentuman sangat keras dari arah Gunung Anak Krakatau dan kemudian disusul datangnya air dengan ketinggian sekitar dua meter," kata Mumu yang sampai saat ini kepalanya masih dibalut kain perban berwarna putih itu.

Suara gemuruh sangat kencang terdengar di telinga Mumu yang berakhir dengan datangnya gelombang pasang tsunami.  Gelombang itu menerjang panggung yang sedang digunakan konser oleh Seventeen Band di pantai yang akan menjadi pusat pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata, Tanjung Lesung tersebut.

Saat gelombang menerjang panggung dan penonton di pantai, terdengar teriakan histeris meminta tolong. "Suara 'tolong...tolong...tolong' banyak sekali. Semua yang hadir minta tolong," katanya.

Mumu pun sempat terbawa ombak ke tengah laut, namun atas pertolongan Tuhan datang ombak dari tengah laut yang menghempaskannya kembali ke bibir pantai.

Setelah tiba di pantai dengan pertolongan yang didatangkan Tuhan melalui "ombak laut", Mumu pun langsung lari menjauh dari hamparan pasir. "Saat itu ada orang, mungkin wisatawan, yang langsung mengajak saya ke Klinik Alinda di Panimbang," kata anak ketiga dari Sepudin itu.

Baca juga, BMKG Pastikan Longsor Gunung Anak Krakatau Sebabkan Tsunami.

Ia menjelaskan, kondisi tubuhnya sesaat setelah kejadian dan mendapat perawatan di Klinik Alinda. "Kepala saya pecah, tubuh, kaki dan tangan saya penuh luka," ujar sambil bering lemas di atas kasur di rumahnya.

Di tempat yang sama, Engkos kakak kandung Mumu mengaku sebelum terjadi tsunami mendapat firasat tidak enak akan keadaan adiknya tersebut, sehingga memutuskan berangkat ke Tanjung Lesung.

Saat dalam perjalan tiba di Kampung Kemuning, Desa Citeureup, Panimbanng ia mendengar kbabar telah terjadi tsunami. "Masyarakat berlari-lari ketakutan sambil berteriak Tanjung Lesung kena tsunami, mendengar itu saya percaya tidak percaya, karena sebelumnya kondisi air laut begitu tenang," katanya.

Namun, Engkos pun segera sadar dan langsung meneruskan perjalannya ke Pantai Tanjung Lesung, karena mendengar adiknya hilang. "Sampai ke Tanjung Lesung suasananya mencekam. Porak poranda, saya mencari Mumu tidak ketemu. Tapi Alhamdulillah dia selamat," kataya.

Banyak Korban

Tsunami Selat Sunda yang melanda Lampung dan Banten telah menelan banyak korban. Badan SAR Nasional (Basarnas) mencatat 420 orang korban tsunami ditemukan meninggal dunia di wilayah Provinsi Banten dan Lampung Selatan.

"Kita terus optimalkan evakuasi dan pencarian jenazah atas korban yang belum ditemukan," kata Kepala Basarnas Provinsi Banten, Zaenal di Posko Penanggulan Tsunami di Labuan, Pandeglang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement