Jumat 28 Dec 2018 00:45 WIB

Komnas HAM Minta Penangkapan Terduga Teroris Sesuai Prosedur

Tujuannya agar tidak terjadi pelanggaran HAM dalam penangkapan tersebut.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Hafil
Polisi antiteror membekuk teroris  (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
Polisi antiteror membekuk teroris (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al-Rahab meminta kepolisian tidak asal menangkap pelaku terduga teroris. Ia menekankan supaya polisi mesti memenuhi prosedur sebelum menangkap seseorang. Sehingga tidak terjadi pelanggaran HAM dalam penangkapan tersebut.

"Intinya selama prosedur dipenuhi ya tidak apa-apa. Pokoknya penuhi saja prosedur penangkapannya," katanya pada Republika.co.id singkat lewat telepon, Kamis (27/12).

Ia menilai penangkapan seseorang oleh kepolisian pastinya didasari bukti. Ia merasa polisi tak bertindak secara gegabah dengan asal melakukan penangkapan terduga teroris. Apalagi banyak lembaga pemantau HAM yang ikut mengawasi kinerja polisi.

"Orang pasti ditangkap karena ada dugaan. Tidak asal-asal ditangkap. Pokoknya asal penangkapan sudah sesuai prosedur ya," ujarnya.

Sepanjang tahun 2018, Polri menangkap 396 terduga teroris di berbagai daerah. Namun, dari ratusan yang ditangkap itu, baru 12 di antaranya memasuki sidang vonis. 

Dalam paparan akhir tahun 2018 yang disampaikan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Kamis (29/12), dari 396 terduga teroris yang ditangkap, sebanyak 141 di antaranya diproses ke sidang. Sedangkan sebanyak 204 terduga teroris masih belum diproses ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), alias masih penyidikan.

Sementara itu terdapat 25 orang tewas dalam aktivitas pemberantasan terorisme. Adapun yang melakukan tindakan bom bunuh diri sebanyak 13 orang. Sedangkan yang meninggal karena sakit adalah 1 orang. 

Banyaknya jumlah tangkapan di tahun 2018 sendiri diakui Tito tak lepas dari insiden Bom Surabaya pada Mei lalu. Bom yang meledak xi sejumlah gereja dan menewaskan puluhan orang itu mengakselerasi pengesahan UU nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Bom Surabaya ini blessing in disguise (berkah tersembunyi)," ujar Tito dalam paparan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement