REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menargetkan bisa memasang sensor tsunami tide-gauge di tiga titik sekitar Gunung Anak Krakatau pada 2019 mendatang. Kepala Bagian Humas BMKG New Akhmad Taufan Maulana mengaku pihaknya sedang bersinergi bersama instansi terkait seperti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dan Badan Gelologi mengenai rencana memasang sensor tsunami.
"Ini masih didiskusikan, tetapi rencananya ditempatkan di tiga titik tidak jauh dari Gunung Krakatau. Targetnya (dipasang) pada Januari 2019 mendatang," katanya saat dihubungi, Kamis (27/12) malam.
Hingga kini, pihaknya dengan antarkementerian dan lembaga masih terus mendiskusikan teknologi maupun lokasi penempatan sensor tersebut. Ia menjelaskan, alat ini sebenarnya bukan peranti baru. Ia menyebut sensor tsunami tersebut sebenarnya sudah dipasang di berbagai tempat.
"Ya dong (sensor tsunami dipasang di berbagai tempat)," ujarnya.
Kendati demikian, ia mengakui jumlah sensor pendeteksi tsunami masih kurang dengan luasnya Indonesia. Sebelumnya, peneliti Bidang Geofisika Kelautan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nugroho Dwi Hananto mengatakan Indonesia membutuhkan alat pendeteksi tsunami yang paling canggih. Ia mengatakan, sejauh ini alat pendeteksi dini tsunami yang paling canggih itu adalah pendeteksi tsunami berbasis kabel.
"Indonesia butuh yang paling canggih yang ada. Sejauh ini, kabel itu yang paling canggih yang kita punya dan operasional," kata Nugroho.
Selama ini, Indonesia menggunakan seismometer dan tide-gauge. Selain itu, Indonesia juga menggunakan tsunami buoy sebagai media penyalur informasi ketika pendeteksi tsunami di dasar laut mendeteksi sesuatu.
Alat-alat tersebut, sebenarnya belum cukup memenuhi kebutuhan pendeteksi dini tsunami di Indonesia. Sebab, Indonesia memiliki lautan yang luas dan berbeda-beda setiap daerahnya.