Kamis 27 Dec 2018 17:29 WIB

Raibnya Keadaban Publik dari Masyarakat

Ada pihak yang saling mengejek dengan menggunakan nama-nama binatang.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua Umum Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM) Siti Zuhro bersama Ketua Umum DN-PIM Din Syamsuddin saat memberikan refleksi akhir tahun 2018 di Jakarta, Kamis (27/12).
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua Umum Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM) Siti Zuhro bersama Ketua Umum DN-PIM Din Syamsuddin saat memberikan refleksi akhir tahun 2018 di Jakarta, Kamis (27/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN PIM) menyampaikan refleksi akhir tahun 2018 di Kantor CDCC/ DN PIM pada Kamis (27/12). DN PIM berpandangan kehidupan masyarakat dewasa ini dipenuhi oleh raibnya keadaban publik, kondisi ini sangat memprihatinkan DN PIM.

"Masyarakat Indonesia yang selama ini dikenal sebagai bangsa yang sopan santun, ramah tamah dan penuh keadaban, sekarang sebagian terjebak ke dalam perilaku kekerasan dan bentuk-bentuk ketidakadaban lainnya," kata Wakil Ketua Umum DN PIM, R Siti Zuhro kepada Republika saat konferensi pers refleksi akhir tahun, Kamis (27/12).

Siti mengatakan, raibnya keadaban publik ditandai dengan adanya persekusi oleh sekelompok orang terhadap kelompok lain, kriminalisasi lawan politik, pembegalan di jalan raya, dan ketakadaban menguasai ruang publik di media sosial serta ruang-ruang dialog televisi. Debat politik jelang Pemilu 2019 lebih diisi oleh saling hujat menghujat, cerca mencerca yang bersifat pribadi dan hampa substansi. Nilai etika telah tercerabut dari akar budaya politik yang telah diajarkan oleh para guru bangsa.

Ketua Umum DN PIM, Prof Din Samsyuddin menambahkan, PIM menggunakan diksi kuat dengan kata raibnya keadaban publik. Hal ini sebagai pengejewantahan keyakinan yang mendalam dari PIM bahwa sesuatu yang menjadi modal budaya bangsa seperti kesopanan, kesantunan, keramah-tamahan yang menjadi ciri khas Bangsa Indonesia sekarang raib.

"Kemudian yang sangat memprihatinkan saya, ada personifikasi manusia dengan binatang oleh suatu pihak atau dua pihak yang berseteru, (mereka saling mengejek dengan) menggunakan nama binatang," ujarnya. 

Adanya pihak yang saling mengejek dengan menggunakan nama-nama binatang, menurut Prof Din hal tersebut merupakan permasalahan yang sangat serius. Karena perseturuan antar manusia telah menurunkan harkat dan martabat kemanusiaan. Manusia punya harkat dan martabat ciptaan Sang Pencipta yang paling sempurna. Tapi malah saling menyebut dengan nama-nama hewan. "Ini bentuk ketidakadaban publik yang nyata," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement