REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta, masyarakat khususnya warganet (netizen), untuk menggunakan nalar dan nurani dalam memahami bencana. Pasalnya, saat ini, muncul kebiasaan jika netizen Indonesia, sering mengaitkan bencana dengan pandangan politik.
"Alih-alih meredam situasi sedih dan prihatin akibat bencana, justru fenomena netizen ini semakin memperburuk suasana," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Rabu (26/12).
Karena itu, mantan Bupati Purwakarta dua periode ini menyarankan, agar pemahaman nalar warganet ditingkatkan. Terutama, tentang pemahaman kausalitas atau sebab-akibat.
Menurutnya, peristiwa bencana, tidak perlu dikaitkan dengan hal yang bisa menyakiti orang lain. Terutama para korban. Gejala alam harus dipahami dengan nalar, bukan dengan sentimen ketidaksukaan. Apalagi, kalau sudah menjurus ke pandangan politik. Itu tidak bagus.
Peradaban yang belum terbentuk dengan baik, lanjut Dedi, menambah persoalan menjadi kian rumit. Tingkat keadaban masyarakat bahkan petugas dalam memelihara fasilitas deteksi dini bencana belum tercipta. Hal ini, berpengaruh terhadap tingkat akurasi pendeteksian terhadap peristiwa bencana yang akan terjadi.
Selain terbatas, banyak tangan jahil yaitu oknum yang merusak bahkan mencuri alat itu. Seharusnya hal seperti ini tidak terjadi. Dengan begitu, sudah selayaknya seluruh masyarakat harus menciptakan peradaban yang baik. Sebab, hal ini berkaitan dengan nyawa manusia.
Ilmu dan pengetahuan yang menjadi soko guru peradaban, kata Dedi, lama kelamaan akan mati jika fenomena ini terus terjadi. Karena itu, dia menghimbau, semua pihak untuk menggunakan dua hal itu sebagai alat untuk menganalisa sebab bencana. Sehingga, setiap peristiwa bencana tidak menimbulkan rasa suka atau tidak suka terhadap salah satu kelompok.
"Kalau nalar kita selalu berdasarkan suka dan tidak suka, itu akan mematikan ilmu pengetahuan. Untuk apa ada sekolah kalau nalar kita tidak juga membaik?. Tuhan mewajibkan kita memahami setiap bencana dengan pemikiran dan ilmu, bukan dengan sentimen," ujarnya.
Dedi menawarkan solusi, penanggulangan bencana di masa depan terutama untuk daerah pesisir. Menurut dia, kawasan pesisir tidak boleh dihuni oleh banyak bangunan. Seluruh kawasan tersebut harus terbuka.
Selain itu, fasilitas publik penunjang pascabencana pun harus segera dibuat. Menurut dia, harus ada balai khusus penanggulangan bencana. Jarak balai ini diatur sedemikian rupa dari bibir pantai dan pemukiman warga. Saat terjadi bencana, tidak lagi harus membangun tenda yang sanitasinya belum tentu terjamin.
"Balainya harus berfasilitas lengkap. Sehari-hari kan bisa digunakan untuk kegiatan lain yang tidak mengganggu fungsi utamanya saat terjadi bencana,"ujarnya.