REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT, Hammam Riza mengatakan pihaknya siap membangun pendeteksi dini tsunami dalam bentuk buoy ataupun kabel bawah laut. Sebab, maraknya bencana tsunami yang terjadi di Indonesia seharusnya cukup menyadarkan betapa pentingnya Indonesia untuk segera membangun pendeteksi dini tsunami yang mumpuni.
"Memang BPPT dilibatkan bersama instansi pemerintah lainnya dalam melakukan deployment buoy ke samudra Indonesia untuk dipasang di beberapa titik. Tapi ya, saat ini buoy di Indonesia sudah tidak ada karena perilaku vandalisme yang dilakukan oknum," kata Hammam, dari keterangan tertulis, Rabu (26/12).
Meski demikian, Hammam menegaskan, pihaknya siap membuat fasilitas buoy kembali jika diperlukan. Ia juga mengatakan keberadaan buoy dinilai penting dalam mengirimkan sinyal terkini ketika ada gelombang tinggi di tengah laut yang diduga berpotensi menjadi tsunami.
BPPT juga ingin melengkapi keberadaan buoy dengan teknologi Cable Based Tsunamimeter (CBT). "Teknologi CBT itu sebenarnya sudah digunakan oleh negara Jepang. Di sana sudah berjalan dan mampu mendeteksi tsunami dengan baik juga," kata dia.
Selain membangun fasilitas buoy, BPPT disebut Deputi Hammam menawarkan teknologi lainnya yang memungkinkan untuk melengkapi keberadaan buoy. Teknologi tersebut adalah cable based tsunameter atau CBT.
"Teknologi CBT itu sebenarnya sudah digunakan oleh negara Jepang. Di sana sudah berjalan dan mampu mendeteksi tsunami dengan baik juga," ujarnya.
Namun perlu ditekankan bahwa kedua peralatan itu baik CBT dan buoy adalah saling melengkapi, baik fungsi dan kegunaannya. Sifat keduanya adalah saling melengkapi sehingga hasil deteksi dini yang menjadi parameternya menjadi semakin presisi dan akurat.
Hammam mengatakan, kendala pembangunan CBT ini adalah belum seluruh wilayah Indonesia memiliki jaringan kabel bawah laut Palapa Ring. Terkait hal ini, Hamam menyarankan agar pembangunan buoy juga tetap dilakukan di beberapa titik.