Ahad 23 Dec 2018 17:48 WIB

Kalla: Tak Ada Perbedaan Pernyataan BMKG, BNPB

BMKG dan BNPB mengeluarkan pernyataan masing-masing berdasarkan sebab dan akibat.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Reiny Dwinanda
Sejumlah relawan mengevakuasi korban meninggal dunia akibat gelombang tsunami dari Pantai Sembolo, Carita, Pandeglang, Banten, ke Puskesmas Labuhan, Ahad (23/12/2018).
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Sejumlah relawan mengevakuasi korban meninggal dunia akibat gelombang tsunami dari Pantai Sembolo, Carita, Pandeglang, Banten, ke Puskesmas Labuhan, Ahad (23/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tidak ada perbedaan pernyataan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait tsunami Selat Sunda. Menurutnya, BNPB dan BMKG telah melaksanakan tugasnya masing-masing.

Kalla menjelaskan, BNPB bertugas untuk menangani akibat dari bencana dan BKMG menganalisa penyebab bencana. Kalla menjelaskan BMKG memberikan pernyataan berdasarkan sebab dari bencana tsunami tersebut muncul, sementara BNPB mengamati akibat dari bencana tersebut.

Baca Juga

"Saya kira tidak ada perbedaan karena BNPB hanya melihat akibatnya, kalau BMKG itu menganalisa sebabnya," kata Kalla usai memimpin rapat penanggulangan bencana tsunami Selat Sunda di VVIP Room Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, Ahad siang.

Sebelumnya, BMKG dan BNPB memberikan pernyataan berbeda terkait bencana alam yang terdampak di Banten dan Lampung. BMKG menyatakan bahwa bencana alam tersebut merupakan tsunami, sementara BNPB menyebut itu adalah air laut pasang.

photo
Suasana pasca tsunami di kawasan Banten, Ahad (23/12).

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rachmat Triyono mengatakan tsunami yang terjadi di Selat Sunda tersebut tidak disebabkan oleh aktivitas seismik atau gempa di sekitarnya. Tsunami yang melanda sekitar Selat Sunda pada Sabtu (22/12), menurut pusat vulkanologi, bisa disebabkan oleh runtuhan besar di dalam kolom air laut; dan untuk menyebabkan runtuhan tersebut diperlukan energi besar.

Akan tetapi, energi besar yang bisa berupa gempa tersebut tidak terdeteksi oleh seismograf di pos pengamatan gunung api. Untuk dapat menimbulkan tsunami seperti yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12), pusat vulkanologi menilai perlu ada runtuhan yang cukup besar yang masuk ke dalam kolom air laut.

Untuk merontokan bagian yang longsor ke bagian laut diperlukan energi yang cukup besar. Hal itu tidak terdeteksi oleh seismograf di pos pengamatan gunungapi.

Kalla pun mengatakan bencana alam tsunami di Selat Sunda merupakan kejadian yang tidak biasa terjadi. Gelombang tsunami datang tanpa didahului dengan gempa bumi.

"Saya sudah berbicara dengan Kepala BMKG dan (Badan) Geologi. Ini suatu kasus yang tidak biasa, bahwa tsunami tanpa gempa. Jadi gejalanya ada kemungkinan dari perubahan atau letusan Gunung Krakatau," kata JK.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement