Sabtu 22 Dec 2018 19:04 WIB

KPI Belajar dari Kasus Blackpink-Shopee

KPI mencoba untuk berimbang dengan tidak sekadar menjatuhkan sanksi.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Andri Saubani
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Yuliandre Darwis (tengah)
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Yuliandre Darwis (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis menegaskan, bahwa pihaknya ingin mewujudkan praktik penyiaran yang berkualitas. KPI, lanjutnya, kini tak sekadar menjalankan fungsi sebagai pemberi izin siaran, namun juga persoalan pengawasan siaran televisi. Apalagi belakangan ini KPI cukup sering menerbitkan surat peringatan kepada stasiun TV terkait konten-konten yang menyalahi aturan dan norma positif.

Yuliandre menyinggung soal permintaan KPI kepada 11 stasiun TV untuk menghentikan iklan Shopee yang mengontrak grup vokal asal Korea Selatan, Blackpink. Iklan tersebut dinilai berpotensi bertentangan dengan norma kesopanan yang dianut oleh masyarakat Indonesia secara umum. KPI merespons aduan masyarakat yang resah lantaran konten iklan Blackpink kerap ditayangkan pada jam tayang yang ramai penonton anak-anak.

Tak hanya Blackpink, sebelumnya KPI pusat juga menerbitkan sanksi berupa teguran tertulis kepada empat stasiun televisi yang menayangkan adegan Vicky Prasetyo menggerebek rumah Angel Lelga pada 19 November 2018. Tayangan tersebut dianggap melanggar aturan penyiaran dan dikhawatirkan memberikan ajaran buruk bagi anak-anak untuk berperilaku tak pantas.

"Kemarin heboh Blackpink, isu di sosmed macam-macam. Tapi itu upaya kami lindungi anak-anak. Akhirnya iklan diganti dengan tayangan yang lebih sopan. Banyak isu lainnya, kasus Vicky dan Angel Elga kami berikan sanksi juga. Juga sejumlah talkshow," kata Yuliandre saat penyerahan Anugerah KPID Sumbar 2018 di Padang, Jumat (21/12) malam.

Namun, Yuliandre juga mengakui bahwa dari beberapa kasus itu, KPI belajar untuk mencoba berimbang. Pihaknya tak ingin sekadar memberi 'hukuman' kepada stasiun TV nakal, namun juga memberikan penghargaan kepada stasiun TV yang sudah menjalankan kaidah profesionalisme penyiaran. Cara ini dianggap ampuh untuk mendorong stasiun TV terus memproduksi tayangan mendidik, ketimbang dengan jalan memberi hukuman.

Namun ada satu area yang masih abu-abu bagi KPI Pusat, yakni media baru yang bisa dinikmati masyarakat melalui internet. Media baru yang dimaksud seperti Youtube, Instagram TV (IGTV), atau Facebook TV. Media baru yang kini mulai digandrungi anak muda ini belum diatur kewenangan pengawasannya. Yulaindre menyebut, piihaknya belum bisa melakukan tindakan atas masuknya laporan masyarakat terhadap konten-konten di media baru tersebut.

"Banyak komplain KPI untuk hentikan YouTube, FBTV, IGTV. Kewenangan KPI belum sampai sana. Meski perilaku di media baru sangat sporadis. Beda dengan media mainstream yang kami jamin berjalan baik," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement