REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (PP GP) Ansor mengutuk secara keras jika ada cara-cara represif yang dilakukan terhadap Muslim suku Uighur di Xianjiang, Cina. Namun PP GP Ansor tetap meletakan persoalan tersebut pada perspektif penegakan hak asasi manusia (HAM) dan bukan untuk mencampuri urusan negara lain.
Ketua Umum PP GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, pihaknya tidak pernah reaktif menyikapi persoalan global dengan hanya berdasarkan pada pemberitaan-pemberitaan, terutama di media sosial.
Menurutnya, kajian-kajian strategis perlu dilakukan agar tidak terjebak pada sebuah penyikapan yang salah atas sebuah persoalan internasional. Ia menyebutkan, separatisme, ekstremisme, terorisme, serta kesenjangan sosial adalah benang kusut yang memang harus segera diselesaikan oleh Pemerintah Cina.
"Penyikapan Cina anti-Islam adalah prematur dan menyampingkan fakta sejarah tersebut, terlalu tergesa-gesa dan reaktif," ujarnya dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Jumat (21/12).
Baca juga, Ini Jawaban Cina Soal Keprihatinan RI ke Muslim Uighur.
PP GP Ansor, lanjutnya, mengkaji dengan seksama, khususnya secara geopolitik terkait isu Muslim Uighur di Xianjiang itu. Hal itu justru dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik. Termasuk kepentingan politik di Tanah Air yang mendekati tahun pileg dan pilpres 2019 mendatang.
Yaqut atau yang akrab disapa Gus Yaqut ini juga menambahkan, fakta terkait Xinjiang juga dibelokan sedemikan rupa. Hal tersebut menjadi senjata dari kekuatan politik tertentu untuk menyerang kekuatan politik lainnya.
Menurutnya, fakta yang dihimpun GP Ansor menemukan hal yang sangat jauh berbeda dengan sebaran isu di Indonesia. "Berita yang tersebar bahwa pemerintah Cina anti-Islam adalah pesan yang dibawa kepentingan tertentu, menunggang pada kekuatan politik tertentu dan tujuannya untuk membawa segala macam krisis tersebut ke Indonesia," imbuhnya.
Ia pun menegaskan, persoalan Muslim Uighur di Xinjiang itu tidak bisa dikaitkan dengan kebijakan anti-Islam. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh otoritas Cina adalah tindakan untuk mencegah gerakan separatisme.
Sehingga jika ada dugaan terjadinya tindakan pelanggaran HAM di sana, tetap harus ditempatkan pada persoalan cara penanganan separatisme yang kurang tepat, bukan pada kesimpulan bahwa pemerintah Tiongkok anti-Islam.
Ia pun menyamakan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia yang menangani gerakan separatisme dan terorisme, maka tidak ada hak bagi negara manapun untuk ikut campur urusan dalam negeri negara berdaulat yang lain.
“GP Ansor sejalan dengan Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berprinsip Bebas Aktif sesuai dengan UUD 1945 sebagai dasar ideologi Indonesia. Sikap GP Ansor tersebut adalah untuk menjaga keutuhan NKRI dan tidak mudah termakan isu yang beredar, sehingga menyebabkan perpecahan antaranak bangsa,” katanya.
Menurut Gus Yaqut, fakta sebenarnya tentang Xinjiang telah banyak diberitakan oleh media internasional dan juga nasional untuk mengklarifikasi dan menginformasikan secara seimbang kejadian di Cina.
“Untuk itu, GP Ansor mengajak pada semua pihak, untuk menyikapi persoalan Xianjiang ini dengan bijak, dan tidak memanfaatkan kejadian ini untuk tujuan-tujuan yang bisa memperkeruh suasana bangsa kita sendiri,” tutupnya.