REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Hari ini, dunia internasional diramaikan dengan terjadinya tindakan diskriminatif dan kekerasan Pemerintah Cina terhadap Muslim Uighur Cina. Upaya diplomatik Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) kepada Pemerintah Cina belum berdampak signifikan atas perlakuan diskriminatif yang dialamatkan kepada penduduk Muslim Uighur di wilayah otonomi Xinjiang.
Menanggapi hal ini, DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk bersikap tegas. "Saya merasa prihatin dan menyayangkan terjadinya pelanggaran HAM yang berlarut-larut tersebut," ujar Wasekjen DPP PPP Bidang Luar Negeri, Kartika Yudhisti, dalam siaran persnya, Jumat (21/12).
Ia menambahkan, sejak tahun 1949 sebanyak 12 juta warga muslim Uighur Cina mengalami diskriminasi dan kekerasan. "Segala bentuk ekspresi kegiatan muslim di Xinjiang masih dilarang, melarang tulisan keislaman dan nama-nama islam juga dilarang." Ujar Kartika menambahkan.
"Karenanya, sebagai wujud perikemanusiaan yang dilindungi oleh nilai-nilai HAM dalam Declaration of Human Rights PBB 1948, saya mendesak kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk bersikap tegas," katanya.
Wujud ketegasan tersebut antara lain pertama mengecam tindakan diskriminatif bahkan kekerasan di Cina atas muslim Uighur selama ini. "Hal itu jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam deklarasi HAM PBB yaitu kebebasan beragama dan kepercayaan adalah merupakan hak asasi manusia," katanya.
Kedua, meminta kepada pemerintah Republik Indonesia agar segera menyuarakan ketidakadilan dan pelanggaran HAM yang terjadi di Cina kepada muslim Uyghur kepada dunia internasional. Ketiga, terus-menerus mendesak kepada Pemerintah Cina untuk segera menghentikan praktik ketidakadilan atas muslim Uighur. "Menyudahi segala bentuk intimidasi dan kekerasan. Mereka yang dipenjarakan dan dijauhkan dari keluarga agar segera dibebaskan," katanya.