REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan angka potensi kerugian PT Freeport Indonesia terhadap kerusakan lingkungan mencapai angka Rp 185 triliun. Menurut Anggota IV BPK Rizal Djalil di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (19/12), kerusakan ekosistem tersebut salah satunya disebabkan akibat pembuangan limbah tailing.
Laporan yang muncul dari hasil pemeriksaan BPK terhadap pelaksanaan Kontrak Karya Freeport Indonesia pada 2013-2015 menyebutkan, kegiatan tambang perusahaan tersebut di Papua memicu kerusakan lingkungan dengan potensi kerugian Rp 185 triliun.
Namun Rizal mengatakan akan memantau kegiatan Freeport Indonesia ke depan setelah adanya kesepakatan roadmap dalam memperbaiki lingkungan khususnya penyelesaian limbah tailing.
Peta jalan akan dibagi dua tahap. Pertama pada 2018-2024 dan yang kedua adalah 2025-2030.Menanggapi potensi temuan BPK atas kerusakan ekosistem tersebut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya berpendapat bahwa potensi kerugian tersebut berasal dari kondisi kesepakatan serta aturan pada masa lalu.
Pada masa lalu tailing atau limbah boleh melepas ke perairan sebesar 30-50 persen dengan angka padatan tersuspensi hingga 45 kali ambang baku mutu yang diperkenankan. Tetapi, Siti menegaskan akan mencabut aturan tersebut atau yang berpotensi merusak lingkungan lainnya dari pertambangan.
Ia juga menjelaskan belum akan masuk dalam kajian kerusakan ekosistem sebesar Rp185 triliun tersebut, sebab akan masih didalami lagi oleh KLHK.
Menurut Siti, nilai angka sebesar Rp185 triliun tersebut belum masuk dalam catatan sebagai kerugian negara. Selain itu, ilai kerugian tersebut juga masih berdasar hasil hitungan ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Hasil tersebut masih perlu dikonsultasikan lagi dengan KLHK lebih lanjut dan detail