Rabu 19 Dec 2018 23:06 WIB

Tanaman Pangan Dongkrak NTP Banten

Dari 33 provinsi sebanyak 15 diantaranya memiliki NTP di atas angka 100

Petani memanen padi di sawah yang telah berubah menjadi area perumahan di Cipocok, Serang, Banten, Selasa (4/9). Dinas Pertanian setempat mencatat dalam setahun sekitar 1.600 hektar sawah dari 48.105 hektar sawah yang ada berubah fungsi menjadi lahan hunian atau kawasan industri sehingga lahan pertanian semakin menyempit dan terancam habis.
Foto: Asep Fathulrahman/ANTARA
Petani memanen padi di sawah yang telah berubah menjadi area perumahan di Cipocok, Serang, Banten, Selasa (4/9). Dinas Pertanian setempat mencatat dalam setahun sekitar 1.600 hektar sawah dari 48.105 hektar sawah yang ada berubah fungsi menjadi lahan hunian atau kawasan industri sehingga lahan pertanian semakin menyempit dan terancam habis.

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Tanaman pangan mendongkrak Nilai Tukar Petani (NTP) Banten pada November 2018. NTP selama November 2018 naik 0,96 persen menjadi 100,79 dibandingkan bulan sebelumnya 99,83.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Banten Agoes Soebeno mengatakan, selain tanaman pangan, subsektor hortikultura juga memberikan andil meningkatnya NTP Banten pada bulan November yang naik 0,75 persen, subsektor peternakan 0,74 persen, dan subsektor perikanan 0,77 persen. Ia mengatakan kenaikan NTP diketahui karena laju kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 1,11 persen masih lebih cepat dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,15 persen.  

Indeks harga yang diterima petani (It) menggambarkan fluktuasi harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Pada November 2018, It Banten mengalami kenaikan sebesar 1,11 persen dibanding It Oktober, yaitu naik dari 136,18 menjadi 137,70.

Kenaikan It pada November 2018 disebabkan oleh naiknya It pada subsektor tanaman pangan sebesar 1,45 persen, subsektor hortikultura sebesar 0,03 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 2,47 persen, dan subsektor peternakan sebesar 0,36 persen.

Kemudian Indeks harga yang dibayar petani (Ib) terdiri dari konsumsi rumah tangga (KRT) dan biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM). Melalui indeks harga yang dibayar petani dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.

Pada November 2018 indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,15 persen. Hal ini terjadi karena naiknya indeks harga pada Indeks KRT sebesar 0,09 persen dan kenaikan indeks harga pada Indeks BPPBM sebesar 0,24 persen.

Kenaikan indeks KRT disebabkan oleh naiknya indeks harga pada hampir semua kelompok yaitu kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, tembakau, kelompok perumahan, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga, serta kelompok transportasi dan komunikasi.

Sementara itu, kenaikan pada indeks BPPBM disebabkan oleh naiknya indeks harga pada kelompok bibit, kelompok pupuk, obat-obatan dan pakan, kelompok transportasi, kelompok penambahan barang modal, dan kelompok upah buruh.

Perubahan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) mencerminkan angka inflasi atau deflasi di pedesaan. Pada bulan November 2018, dari pantauan di empat Kabupaten di Provinsi Banten terjadi inflasi di perdesaan sebesar 0,09 persen. Inflasi perdesaan ini terjadi hampir pada semua kelompok pengeluaran kecuali kelompok sandang.

Dari 33 provinsi di Indonesia sebanyak 15 provinsi yang NTPnya berada di atas angka 100. NTP tertinggi dicapai oleh Provinsi Sulawesi Barat dengan nilai indeks sebesar 112,42, diikuti oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 111,21. Sedangkan NTP terendah terjadi di Provinsi Bangka Belitung sebesar 86,14. NTP nasional sebesar 103,12 yang mengalami kenaikan sebesar 0,09 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 103,02.

Nilai Tukar usaha pertanian (NTUP) Banten sebesar 107,36 atau mengalami kenaikan sebesar 0,87 persen. Hal ini terjadi karena laju kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 1,11 persen lebih cepat dari laju kenaikan indeks BPPBM sebesar 0,24 persen.

Jika dilihat per subsektor, kenaikan NTUP disebabkan oleh naiknya NTUP pada subsektor tanaman pangan sebesar 1,41 persen dan subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 2,39 persen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement