Rabu 19 Dec 2018 12:30 WIB

Warga Belitung Timur Manfaatkan Limbah Biomassa untuk Energi

Limbah biomassa yang dihasilkan setara 61,6 kg gas elpiji.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Pembangkit biomassa.
Foto: Geograph
Pembangkit biomassa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyerahkan Fasilitas Pemanfaatan Limbah Biomassa sebagai Energi bagi masyarakat Desa Cendil, Kabupaten Belitung Timur, Senin (17/12). Dua reaktor yang dimiliki fasilitas tersebut menghasilkan energi sekitar 154 meter kubik per hari. Jumlah tersebut setara dengan 61,6 kg gas elpiji, dan dapat digunakan oleh 20 kepala keluarga (KK).

Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Energi Hudoyo mengatakan, sebagai bagian dari program ketahanan energi, fasilitas ini memanfaatkan limbah biomassa dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi biogas. "Sekitar 27,6 persen sampai 32,5 persen TKKS menjadi timbulan limbah padat yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (18/12).

Salah satu pemanfaatan TKKS adalah dengan menjadikannya sebagai media jamur, sehingga TKKS yang menumpuk dapat terdegradasi. Pengomposan anaerob di dalam reaktor limbah biomassa pada fasilitas ini selanjutnya menghasilkan gas metan (CH4), karbondioksida (CO2) dan asam organik. Selanjutnya, gas metan yang dihasilkan dapat menjadi bahan bakar alternatif (biogas) yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.

Hudoyo mengatakan, pembangunan fasilitas ini, selain memberikan nilai manfaat bagi masyarakat dalam penyediaan energi, juga untuk mengurangi timbulan limbah. "Fasilitas yang dilengkapi dengan kumbung jamur ini, memberikan manfaat lebih dalam mencapai ketahanan pangan," ucapnya.

Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Kementerian LHK Sinta Saptarina Soemiarno menyampaikan, fasilitas ini diharapkan memberi manfaat dari empat aspek. Yakni, aspek lingkungan, aspek produksi pangan dan energi, aspek finansial, serta aspek edukasi.

Dari sisi lingkungan, teknologi ini dapat mengurangi limbah padat dan membentuk methane capture sehingga mengurangi pemanasan global. Dari aspek produksi, teknologi ini menghasilkan media tumbuh jamur untuk Ketahanan Pangan serta menghasilkan energi gas untuk Ketahanan Energi.

Sementara itu, dari sisi finansial, dapat menambah penghasilan masyarakat dari hasil panen jamur dan penghematan bahan bakar. "Dari sisi aspek edukasi, fasilitas ini diharapkan menjadi ajang pembelajaran masyarakat setempat, komunitas universitas serta pengembangan ilmu pengetahuan," ujar Sinta.

Sinta menambahkan, pemilihan lokasi pembangunan fasilitas ini mempertimbangkan jumlah timbulan limbah biomassa besar seperti limbah TKKS, dan kebutuhan energi serta kebutuhan pangan bagi masyarakat setempat. Selain fasilitas fisik, kementerian juga memberikan pelatihan pengembangbiakan jamur serta pelatihan pengelolaan fasilitas kepada masyarakat setempat.

Menurut Sinta, pemanfaatan limbah biomassa untuk energi sangat diperlukan Indonesia. Sebab, saat ini, Indonesia masih bergantung pada bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan gas. Fasilitas diharapkan berkontribusi untuk mewujudkan ketahanan energi di masa depan, dengan mengedepankan energi baru dan terbarukan (EBT).

Indonesia menargetkan pengembangan EBT sebesar 23 persen pada Bauran Energi Nasional tahun 2025. Salah satu energi terbarukan yang mempunyai potensi besar di Indonesia adalah biomassa. Biomassa dikonversi menjadi bahan bakar gas setara dengan kira-kira 0,1 - 0,12 liter BBM atau 0,33 - 0,67 kWh.

Sepanjang 2018, Kementerian LHK membangun enam Fasilitas Pemanfaatan Limbah Biomassa sebagai Energi di enam kabupaten. Yakni, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Pasangkayu, Kabupaten Belitung Timur, kabupaten Pelalawan, Kabupaten Katingan dan Kabupaten Deli Serdang. Masing-masing fasilitas dilengkapi dengan reaktor dengan kapasitas 20 ton/batch.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement