Selasa 18 Dec 2018 22:55 WIB

Bawaslu Depok Copot Branding Caleg di Angkot

Bawaslu Depok mengencarkan penertiban alat peraga kampanye yang langgar aturan.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Bayu Hermawan
 Bawaslu Kota Tasik melakukan penindakan berupa pencopotan stiker  kampanye yang terpasang pada angkutan kota (Angkot) pada Selasa (11/10).
Foto: Republika/Erik Iskandarsjah Z
Bawaslu Kota Tasik melakukan penindakan berupa pencopotan stiker kampanye yang terpasang pada angkutan kota (Angkot) pada Selasa (11/10).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Badan Pengawas Pemilu Kota Depok mencopot stiker branding para calon legislatif (Caleg) pemilu 2019 yang dipasang di belakang kaca angkutan kota (angkot), Selasa (18/12). Bawaslu Kota Depok bersama sejumlah pihak terkait, yakni Satpol PP Depok dan aparat kepolisian Polres Depok semakin gencar melakukan penertiban alat peraga kampanye (APK) yang melanggar aturan.

Koordinator Penindakan Pelanggaran Pemilu dari Bawaslu Kota Depok, Andriansyah mengatakan jajarannya bersama tim gabugan melakukan penertiban APK atau branding caleg yang dipasang di belakang sejumlah angkot. "Branding caleg yang dipasang di sejumlah angkot kami copot karena melanggar aturan yang berlaku salah satunya Undang-Undang Pemilu," ujar Andriansyah.

Dia mengatakan penertiban di lakukan beberapa titik lokasi seperti terminal, jalan baru- Arif Rahman Hakim (ARH) dan lokasi lainnya. "Angka pelanggaran kampanye meningkat hingga dua kali lipat, dibandingkan dengan masa pemilu sebelumnya. Salah satu bukti, adalah temuan pelanggaran atribut kampanye yang jumlahnya mencapai ribuan APK," jelasnya.

Dia mengungkapkan, meningkatnya jumlah pelanggaran disebabkan beberapa faktor. Diantaranya, banyaknya jumlah peserta pemilu, masa waktu kampanye yang cukup panjang, serta sering terjadinya ketidaksepahaman antara caleg dan partai politik. Kondisi ini semakin kompleks, karena pelaksanaan pemilu legislatif maupun pemilihan presiden dilakukan secara serentak.

"Sebenarnya, tingkat kesadarannya sudah ada. Tapi sekarang ini kan, aturannya dibebankan pada peserta kampanye. Semua calon legislatif harus berkoordinasi dengan partai politik, karena nanti itu akan nyambung ke dana kampanye mereka," jelasnya.

Di sisi lain, lanjut dia, banyak juga caleg yang tidak paham dengan aturan dan kurang berkoordinasi dengan partai politik yang mengusungnya. Bawaslu terpaksa memberikan sanksi yang rata-rata adalah sanksi administrasi.

"Kalau masih membandel pastinya kita akan memberikan sanski reaktif entah itu dicopot, digunting alat kampanyenya atau bahkan tidak boleh mengikuti kampanye selama beberapa hari," tegas Andriansyah.

Dari hasil pendataan sementara, Bawaslu mencatat telah menindak lebih dari seribu APK yang dipasang bukan pada tempatnya. Seperti di sekolah, pohon, dan fasilitas umum lainnya. "Kalau di angkutan umum, jelas melanggar, makanya kami copot. Yang dibolehkan itu di mobil pribadi, itu pun hanya terpasang logo partai saja," ucap Andriansyah.

Dia menambahkan untuk hasil kegiatan penertiban APK di angkot pihaknya berhasil mencopot belasan branding caleg yang dipasang di angkot. "Saya kecewa dengan aturan yang melarang stiker kampanye terpasang di angkutan umum, karena saya harusnya bisa mendapat untung," tutur salah satu sopir angkot, Badrul.

Dia mengatakan untuk satu stiker berukuran besar yang terpasang di kaca bagian belakang, caleg harus membayar Rp 400 ribu selama enam bulan. "Itukan lumayan, dari uang sewa itu, sopir mendapat jatah Rp 50 ribu," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement