Selasa 18 Dec 2018 18:50 WIB

Tukang Becak Keluhkan Penataan di Malioboro

Pada malam hari, lokasi itu digunakan pengunjung memarkirkan kendaraan roda dua.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
 Sejumlah becak yang terparkir di sebelah pedestrian Malioboro  Yogyakarta.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Sejumlah becak yang terparkir di sebelah pedestrian Malioboro Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penataan memang terus dilakukan di pedestrian Malioboro. Tapi, penataan terakhir yang membagi sedikit ruang bagi parkir becak justru menuai keluhan tukang-tukang becak.

Masyarakat yang melintasi Malioboro hari ini tentu sudah bisa melihat lokasi parkir yang ada di bagian kanan pedestrian. Lokasi parkir yang tidak terlalu besar itu sedikit menjorok ke dalam pedestrian.

Setiap hari, khususnya pagi dan siang, lokasi itu memang banyak diisi untuk parkir becak-becak. Sayangnya, pada malam hari, lokasi itu banyak digunakan pengunjung memarkirkan kendaraan roda duanya.

Sebagian besar memilih lokasi itu lantaran tidak dipungut biaya dan berada tepat di sebelah pedestrian. Sedangkan, lokasi parkir yang telah disediakan sebenarnya sudah ada di Taman Parkir Abu Bakar Ali. 

Kondisi itu membuat tukang-tukang becak harus mengalah. Padahal, tanpa ada kendaraan-kendaraan roda dua pengunjung, mereka sudah harus saling berebut tempat parkir dengan tukang-tukang becak lain.

Sebab, mengingat terbatasnya tempat, lokasi itu hanya bisa diparkirkan tidak lebih dari lima becak. Itupun, harus lebih dulu ditata tukang-tukang becak sebelum bisa memarkirkan becaknya.

Salah satu tukang becak di Malioboro, Darman, mengaku belakangan becak-becak yang diparkir malah bertumpuk (padat). Padahal, kondisi itu tidak dirasakan sebelum penataan dilakukan.

Darman, yang sudah menjadi tukang becak sejak 1997 menuturkan, pengemudi harus saling bergantian jika ingin memarkirkan becaknya. Karenanya, ia berharap ada pengaturan parkir sesegera mungkin.

"Perlu ada pengaturan tempat, soalnya sekarang susah," kata Darman kepada Republika, Selasa (18/12).

Terkait itu, Dinas Perhubungan DIY sendiri telah melakukan pembongkaran Pendopo Tugu KB yang ada di Taman Parkir Abu Bakar Ali. Rencananya, lokasi itu akan dijadikan sebagai parkir becak.

Sayangnya, hingga kini lokasi itu belum bisa digunakan secara optimal untuk parkir becak. Kondisi itu turut dikeluhkan Darman dan tukang-tukang becak lain yang biasa beroperasi di sekitaran Malioboro.

"Tempatnya terbatas, belum ada pengaturan," ujar Darman.

Senada, Anto, tukang becak lain yang biasa beroperasi di sekitaran Malioboro, juga mengeluhkan kurangnya perhatian untuk parkir becak. Padahal, ia merasa, itu menjadi salah satu daya tarik Yogyakarta.

Anto, yang biasanya beroperasi mulai siang sampai malam, mengaku harus berebut dengan tukang becak lain yang ada di sana. Kondisi itu semakin menumpuk kalau tidak banyak orderan becak yang datang.

Hari kerja, Senin sampai Kamis misalnya, biasanya memang tidak terlalu banyak orderan becak yang didapatkannya. Karenanya, tidak jarang, becak-becak cukup banyak yang terparkir di pedestrian Malioboro.

Memasuki akhir tahun, ia berharap semakin banyak wisatawan yang mengunjungi Yogyakarta, khususnya Malioboro. Sebab, hanya jika Malioboro banyak didatangi pengunjung orderan becak kepadanya juga tinggi.

"Semoga banyak, biar gak numpuk di sini semua, biar bisa ke luar," kata Anto.

Tentu, harus diapresiasi rencana-rencana yang telah dibuat untuk penataan becak-becak di Malioboro. Namun, sudut pandang tukang becak itu sendiri tentunya harus mendapat perhatian lebih.

Terlebih, rencana-rencana masa depan untuk Malioboro tampak begitu menggiurkan. Mulai pengoperasian becak listrik, sampai lokasi parkir yang akan dilengkapi tempat pengisian daya parkir.

Selain itu, ada rencana mengoperasikan becak-becak yang bisa diorder melalui daring seperti Gojek atau Grab. Namun, harus dilihat pula kondisi lapangan hari ini dengan masih banyaknya tukang becak konvensional.

Jangan sampai, rencana-rencana baik yang diperuntukkan untuk kemajuan Malioboro sebagai salah satu elemen wisata Yogyakarta, mengesampingkan suara masyarakat. Termasuk, suara tukang becak yang menjadi satu daya tarik Yogyakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement