REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menkumham Yasonna H Laoly meminta UU Narkotika direvisi. Hal tersebut akibat tingginya kasus HIV/AIDS akibat penyalahgunaan narkoba jarum suntik.
Yasonna menjelaskan, salah satu faktor terbesar penyebaran HIV/AIDS disebabkan karena penyalahgunaan narkotika. Ia mengutip data Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa selama 2017 setiap harinya ada 40 orang Indonesia meninggal karena narkotika.
Bahkan berdasarkan estimasi jumlah pengguna obat-obatan terlarang sebanyak 3,3 juta orang. Karena besar jumlah penggunanya, dia menambahkan, bandar internasional berupaya memasukkan barang haram itu ke Indonesia.
"Karena itu revisi UU Narkotika supaya jelas siapa pemakai, kurir, dan apa kriterianya. Misalnya kalau kurir dihukum penjara diatas lima tahun," katanya saat Puncak peringatan Hari AIDS Sedunia tahun 2018 diselenggarakan di Lapas Narkotika Kelas IIA Jakarta di kawasan Jatinegara, Senin (17/12).
Ia mengaku pernah berupaya mengusulkan perubahan UU tersebut tapi belum berhasil. Pihaknya tidak sendiri, Sekretariat Negara juga pernah mengajukan revisi UU Narkotika.
"Ini jadi penegasan bahwa saat ini di UU tersebut ada pasal-pasal jebakan yang kadang membuat penyidik termasuk penuntut tidak bisa menjerat pemakainya," ujarnya.
Ia menegaskan karena pengguna narkotika berkorelasi positif dengan HIV/AIDS maka perang terhadap narkoba wajib dilakukan. Caranya dengan program yang lebih sistematik, holistik, dan betul-betul melibatkan seluruh komunitas masyarakat berbagai negara termasuk pemuka agama.
"Karena kalau kita membiarkan ini (narkoba), maka bandar-bandar internasional mendapatkan keuntungan yang sangat besar, menggunakan anak-anak Indonesia maupun orang asing yang memasukkan barang haram itu," katanya.