Selasa 18 Dec 2018 07:20 WIB

Bukan Pejabat, Swasta yang Paling Banyak Terjerat Korupsi

Pihak swasta kerap dipungli oleh oknum pejabat.

Rep: Mabruroh/Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Koruptor (ilustrasi)
Foto: Republika.co.id
Koruptor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Sejak KPK berdiri pada 2004 lalu sampai sekarang, ada 915 orang yang terlibat korupsi berdasarkan pekerjaannya. Berdasarkan pekerjannya, ternyata yang ditangkap paling banyak itu bukan pejabat, tetapi pegawai swasta yang jumlahnya mencapai 214 orang.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Sukamdani, mengatakan, pihak swasta terlibat kasus korupsi pada umumnya dengan motif menyuap. "Bisa untuk mendapatkan proyek atau bisnis, dan menjadi korban pemerasan oleh oknum pemerintah," ucapnya pada Republika.co.id, Senin (17/12).

Sementara itu, Hariyadi mengaku pihak swasta kerap di pungli oleh oknum pejabat. "Mereka meminta fee tertentu pada swasta," ucapnya.

Ia menambahkan untuk menjaga agar tidak terjadi korupsi di pihak swasta sebaiknya swasta bersikap profesional terhadap pihak masing-masing.

Sementara, KPK mengatakan, banyak perusahaan di Indonesia menjalankan praktik bisnis secara dengan curang yakni dengan jalan menipu yang masuk dalam tindak pidana korupsi. "Banyak sekali perusahaan yang menipu. Contoh ada (orang dari) BUMN yang sudah kita tetapkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Syarif mengatakan, dari temuan kasus korupsi yang ditangani KPK banyak yang terkait dengan kepentingan perusahaan atau korporasi. Ia pun mencontohkan kasus korupsi proyek KTP-el yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Menurut Syarif, dari contoh kasus korupsi proyek KTP-el meskipun sudah menetapkan banyak tersangka namun masih belum bisa mengembalikan kerugian negara lantaran adanya perbuatan pengurus korporasi. "Kalau hukum orangnya paling kejar uang pengganti, tapi sebagian sudah bagian korporasi, termasuk tindak pidana lain. Jadi saya pikir kita akan tetap (mengusut tanggung jawab korporasi)," tuturnya.

Kemudian, banyak juga pengusaha yang menjadikan perusahaan sebagai tameng untuk melakukan tindak pidana korupsi. Salah satu contohnya adalah membuat perusahaan fiktif seperti yang dilakukan Nazaruddin ataupun Setya Novanto.

Menurut Syarif, tak bisa dipungkiri korporasi banyak digunakan sebagai alat menyembunyikan korupsi. Bahkan, hampir 80 persen kasus korupsi yang ditangani KPK melibatkan perusahaan. Tak sampai di situ, kata Syarif, sekitar 200 orang pihak swasta, mulai dari pimpinan perusahaan hingga level bawah, telah dijerat KPK sejak 2004 sampai hari ini.

Syarif menerangkan suatu perusahaan atau korporasi bisa dijerat tersangka korupsi dengan melihat beberapa hal. Pertama apakah perusahaan itu pertama kali terlibat korupsi atau tidak. Kedua seberapa sering perusahaan itu melakukan korupsi atau suap. Ketiga apakah dampak dari korupsi perusahaan itu besar bagi lingkungan sekitar atau tidak.

"Yang terakhir tentunya apakah di perusahaan itu ada komitmen atasanan, ada peraturan internal yang melarang terjadinya penyuapan dan lain-lain," ujarnya.

Ia pun menegaskan, adanya aturan menjerat korporasi bukanlah untuk merusak korporasi tersebut. KPK, kata Syarif, hanya ingin agar perusahaan yang berkembang di Indonesia bisa bersaing di kancah internasional.

photo
Daftar koruptor berdasarkan pekerjaannya.
 

Ia juga meminta semua pimpinan korporasi melaksanakan komitmen antikorupsi di perusahaannya. Diketahui, KPK sudah meluncurkan panduan korporasi  berisi langkah-langkah pencegahan korupsi yang dirancang bersifat sederhana dan praktis sehingga dapat menjadi acuan dan pedoman minimum bagi korporasi yang dapat diadopsi serta dikembangkan sesuai kebutuhan korporasi.

Panduan tersebut sudah diluncurkan pada rangkaian peringatan Hari Antikorupsi Dunia di Hotel Bidakara, Jakarta Pusat, Rabu (5/12). Diharapkan dengan adanya panduan tersebut dapat mendorong beejalannya upaya pencegahan korupsi di sektor swasta sehingga tercipta iklim usaha yang berintegritas.

Syarif mengatakan, adanya panduan ini menjadi pedoman bagi para pelaku usaha. Syarif menuturkan berdasarkan pasal 4 ayat (2) poin c Perma Nomor 13 Tahun 2016, bahwa salah satu bentuk kesalahan korporasi yang terkait dengan pertanggungjawaban pidana adalah jika korporasi tidak melakukan upaya pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.

Adapun, panduan ini bersifat sederhana dan praktis sehingga dapat menjadi acuan dan pedoman minimum bagi korporasi yang dapat diadopsi serta dikembangkan sesuai kebutuhan korporasi. Syarif melanjutkan, saat ini banyak korporasi yang digunakan sebagai alat menyembunyikan korupsi.

"Contoh Nazarudin membuat 38 perusaahaan untuk menyembunyikan korupsinya. Itu yang kita tahu loh," ucapnya.

"Dan kalau kami lihat dari kasus sekarang. Suap pasti ada pemberi dan penerima. Di KPK kasus paling banyak suap dan kedua pengadaan barang dan jasa kalau digabung 80 persen. Dari aktor. Swasta tak kalah banyak 200-an lebih. Itu hanya kasus di KPK. Belum Polisi dan Kejaksaan," tambahnya.

Wakil Kepala Kadin Rahmat Junaedi, mengaku sangat terbantu adanya panduan ini. Karena, selama ini terlalu banyak teori yang tidak mudah untuk diaplikasikan.

Ia mengungkapkan, dalam menyusun pedoman, KPK juga bersama Kadin melakukan diskusi yang cukup panjang hingga enam bulan agar bisa digunakan secara efektif. Karena, tuturnya, selama ini banyak pelaku usaha yang terjerembab dalam pusaran tindak pidana korupsi 

"Jadi memang ada literasi panjang enam bulan kita diskusi itu. Secara prinsip dunia usaha mendukung. Kita pun ga mau dunia usaha dibebani beban biaya yang bukan hanya berujung tindak pidana korupsi. Dan tidak efisien. Itu memang secara natural dunia usaha ke sana mencari cara menekan biaya. Ya, jadi emang dunia usaha tidak mau (korupsi)," tegasnya.

Menurutnya, panduan yang diluncurkan sangat lengkap. "Tinggal bagaimana perusahaan menerapkannya di perusahannya sampai ke bawah. Jadi kita sepakat kesepakatan itu dari top management baru ke bawah," tuturnya.

"Dengan adanya ini, perusahaan ada alasan kalau ada orang yang mencoba ke jalan tidak benar," tambahnya.

Mantan Ketua PPATK Yunus Husein mengatakan, dengan adanya pedoman bisa menjadi panduan bagi korporasi. Karena, peranan korporasi dalam sebuah negara sangatlah penting.

"Harus benar-benar dijalankan pedoman di dalam perusahaan. Perusahaan sebenarnya didenda tak masalah. Uang mereka banyak. Kecuali pencabutan izin usaha. Sama seperti hukuman mati. Bukan hanya matikan perusahaan, tapi matikan pekerjaan banyak orang," tuturnya.

Rimawan Pradiptyo, Pengajar Fakultas Ekonomi UGM menuturkan, dari database yang mereka kaji, paling banyak yang melakukan adalah sektor swasta yakni memberikan kerugian Rp 117,1 triliun dari total kerugian korupsi negara sebesar Rp 203,6 triliun.

"Untuk lebih tepat, hasilnya bisa dicek di cegahkorupsi.feb.ugm.ac.id," ujarnya.

Menariknya, sambung dia, ada 504 pelaku korporasi swasta dan 185 pelaku BUMN dan BUMD. "Kami terimakasih ada panduan ini. Karena ini adalah titik paling rawan. Sehingga adanya ini, memang faktanya korporasi korupsi paling tinggi masuknya KPK sangat pas. Problemnya kita belum akomodasi UNCAC," ujarnya.

Adapun paling banyak korporasi terjerat itu dari proses pengadaan. "Dibutuhkan perubahan sistem. Panduan ini saya pikir akan efektif," kata dia.

Sementara Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengatakan, KPK masih memiliki panduan untuk UKM. "Kami punya panduan satu lagi versi UKM, nanti akan ada versi utu segera," kata dia. 

"Saya ingat 2017 awal suplier suap itu paling besar swasta. Oleh karenanya kita kenalan sama swasta. Ke kanada, UStermasuk ke Kadin. Banyak (perusahaan) mereka setuju tidak menyuap. Tapi ga mau kalau teman masih nyuap. Ada juga yang tak mau nyuap tapi pemerintah nyuap gimana dong," terangnya.

Baca juga: Korupsi Bupati Cianjur Mencoreng Dunia Pendidikan

Baca juga: Evaluasi Kampanye, JK Minta TKN Kurangi Kampanye Massa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement