Senin 17 Dec 2018 19:55 WIB

BPJS Ketenagakerjaan Kaji Kepesertaan Pekerja Informal

Kepesertaan pekerja rentan dalam BPJS Ketenagakerjaan sangat memprihatinkan.

Kartu BPJS Ketenagakerjaan
Foto: bpjsketenagakerjaan.go.id
Kartu BPJS Ketenagakerjaan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Ketenagakerjaan dengan pihak terkait mengkaji kepesertaan 27 juta pekerja rentan (pekerja informal) menjadi peserta jaminan sosial. Kajian terkait kepesertaan mereka menggunakan sumber dana lain atau di luar pemberi kerja/pengusaha.

BPJS Ketenagakerjaan, di Jakarta, Senin (17/12), mengadakan focus group discussion (FGD) dengan kalangan pemerintah, akademisi, pengusaha dan lainnya untuk mencari solusi bagi pekerja rentan tersebut. Direktur Pengembangan Strategis & TI BPJS Ketenagakerjaan Sumarjono, mengatakan kepesertaan pekerja rentan sangat memprihatinkan.

Sebab, upah mereka tidak mencukupi untuk membayar iuran meskipun besarannya secara nominal relatif kecil. "Permasalahannya, sebagian besar upah yang diterima habis untuk makan, transportasi, bayar kontrakan dan keperluan lainnya," kata Sumarjono.

Sementara, jika mereka sakit atau mengalami kecelakaan kerja, maka langsung jatuh miskin absolut karena upah yang dimiliki tidak mencukupi untuk pengobatan. "Jadi, kepesertaan mereka dalam program Jaminan Kecelakaan  Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) adalah jaring pengaman agar sekeluarga tidak jatuh miskin," ujarnya.

Peneliti LPEM FEB UI/Kepala Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI Teguh Dartanto pada kesempatan yang sama mengatakan terdapat 27 juta pekerja rentan. Dia pun merancang kepesertaan mereka secara bertahap.

Ia menerangkan 10 persen pekerja berupah terendah maka dibutuhkan anggaran Rp 1,3 triliun dalam setahun. Ia menilai angka itu relatif kecil atau 0,05 persen dari APBN 2019.

Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial Bappenas Maliki, ST, MSIE, PhD, mengatakan perlu skala prioritas untuk mengatasi pekerja rentan. Dari sudut anggaran, jumlahnya relatif kecil jika dibandingkan APBN.

Akan tetapi, harus dikaji juga dari sudut upaya mencegah penduduk jatuh ke kategori miskin jika mengalami kecelakaan, lalu sakit, cacat atau meninggal. Untuk itu, ujarnya, diperlukan kajian akademis untuk melihat manfaat kepesertaan pekerja rentan dalam program jaminan sosial.

Kajian juga terkait daya ungkit mereka untuk survive menjadi pekerja yang berhasil mengangkat perekonomian keluarga dan lingkungannya. Dia memperkirakan penyisihan dana dari APBN bisa dilakukan pada 2020 setelah kajian, dasar hukum, dan persetujuan pemerintah dituntaskan pada 2019.

Dirut BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengimpikan setiap anak Indonesia lahir dengan pencatatan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan secara otomatis, sehingga mereka terlindungi secara dini seperti di Swedia. "Itu mimpi saya. Secara sistem hal itu sangat dimungkinkan, hanya saja perlu kajian sumber anggaran, koordinasi dengan pihak terkait dan kesiapan sosial masyarakat dalan melaksanakannya," ucap Agus usai membuka FGD.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement