Ahad 16 Dec 2018 15:50 WIB

Resensi Buku: The Oxford Handbook of Islam and Politics

Buku ini lahir dari pengamatan terhadap perkembangan Islam dan politik.

Buku Handbook of Islam and Politics
Foto: Oxford
Buku Handbook of Islam and Politics

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Erdy Nasrul

Melihat bagian depan buku ini saja, seorang penggemar studi Islam akan terkagum dengan editornya: Prof John Louis Esposito. Dia adalah akademisi yang sangat konsen dengan isu Islam dan selalu mencoba mempertemukannya, bahkan menyatukannya dalam kehidupan Barat.

Sebab, sejak insiden kehancuran Gedung World Trade Center (WTC) pada 2001 lalu, Islam selalu dipinggirkan. Kini, agama tersebut makin tumbuh dan masuk ke dalam relung kehidupan Barat.

The Oxford Handbook of Islam merupakan kumpulan penelitian puluhan ilmuwan studi Islam dari berbagai negara. Selain Esposito, ada intelektual Islam asal Mesir Emaduddin Shahin. Lainnya yang cukup menjadi sorotan adalah Azzam Tamimi yang cukup keras mengkritik Israel.

Intelektual Islam berdarah Palestina ini mempunyai cara sendiri menyuarakan sikap dan pendapatnya tentang kemerdekaan dan hak asasi saudaranya yang hingga kini masih dirampas zionis tak berprikemanusiaan.

photo
Cover buku Handbook Islam and Politics

Berdasarkan daftar isi, buku ini terlihat tebal. Ada 643 halaman di dalamnya. Tulisan di dalamnya mengupas Islam dari berbagai sudut pandang, seperti ajarannya, tokoh-tokohnya, kawasan, dan titik temunya dengan budaya dan politik. Kelompok ekstremis juga menjadi sorotan, seperti Alqaidah.

Buku ini lahir dari pengamatan terhadap perkembangan Islam dan politik yang semakin terlihat di berbagai negara. Kekuatan Islam kini semakin disadari masuk kedalam berbagai aspek kehidupan, sehingga ajaran tersebut menjadi sumber dan inspirasi masyarakat luas dalam memandang kehidupan.

Yang menarik adalah kekuatan Islam tumbuh di tengah kebebasan berdemokrasi. Dia menjadi ideologi alternatif yang menawarkan konsep-konsep kehidupan yang mudah diterima, seperti dalam ekonomi Islam yang mengedepankan nilai sosial, makanan halal yang mengutamakan apresiasi hewan yang akan disembelih, dan lainnya

Sementara itu, di luar Islam terdapat globalisasi, ekonomi neoliberal, dan demokratisasi yang tumbuh. Oleh sebagian orang, tiga wacana global itu dianggap bukan sebagai pilihan, sehingga mereka lebih memilih Islam.

Islam sebagai kekuatan politik menjadi tumbuh. Politisi Islam kini tampil ke permukaan dan mewarnai sistem politik. Mereka membentuk, melegitimasi, dan menggerakkan masyarakat yang mendukung keragaman aktivitas dan respons politik.

Dalam beberapa tahun terakhir, para intelektual yang menyusun buku ini menyimpulkan bahwa islam politik mewujud dalam dua hal. Pertama adalah keterlibatan dalam proses demokratisasi dengan masuk ke dalam gerakan politik arus utama setelah keberhasilan kelompok prodemokrasi dalam rezim berkuasa.

Kedua adalah kecenderungan kekerasan dan penyimpangan kelompok tertentu yang terus tumbuh, yaitu kalangan ekstremis.

Islam politik dalam buku ini dipandang sebagai upaya individu Muslim, kelompok, dan gerakan, untuk membangun basis masyarakat dalam politik, ekonomi, sosial, dan budaya, yang sesuai dengan Islam. Proses ini melibatkan berbagai pandangan tentang syariah di masyarakat dan pendekatan untuk perubahan.

Di saat Islam politik tumbuh, ada sekelompok orang yang melakukan aksi teror sebagai pilihan strategis, yang mengakibatkan rusaknya citra Islam. Buku ini menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang pilihan strategis umat Islam dalam proses politik untuk mewujudkan stabilitas dan keamanan.

Dari dua fenomena di atas— yaitu politik Islam dan kelompok radikal-teroris—mana yang lebih dipilih kebanyakan umat Islam. Apakah politik Islam menjadi pilihan mereka? Jika iya, apa dampaknya secara domestik dan global. Jawabannya ada di dalam buku ini.

Mencoba Menghilangkan Bias

Selama tiga dekade terakhir, para intelektual, analis pemerintah, dan ahli tentang terorisme telah mendalami hubungan Islam dan politik. Hasilnya dipublikasikan dalam berbagai buku dan publikasi.

Namun, karena politik Islam makin berkembang, para ahli biasanya hanya mengkaji isu politik Islam di beberapa kawasan. Tak banyak yang memotret Islam politik secara komprehensif yang mencakup berbagai kawasan.

Bahkan banyak analis setelah insiden september kelabu 2001 gagal untuk menangkap keragaman gerakan Islam, sehingga terjebak pada hasil yang sempit.

The Oxford Handbook of Islam and Politics berupaya untuk memberikan kajian yang komprehensif. Penerbit Oxford University selama ini telah menghasilkan rujukan utama tentang Islam dan dunia Islam masa kini, termasuk buku-buku tentang politik Timur Tengah dan sejarahnya. Buku tentang Islam dan politik yang terbit sejak 2013 ini makin melengkapi karya-karya penerbit Oxford University yang perlu dibaca.

Secara umum, studi Islam tumbuh di berbagai belahan dunia. Kalau dulu fokus kajiannya kebanyakan adalah teks dan manuskrip, kini telah bergeser pada dinamika Muslim di berbagai kawasan. Setelah kegagalan dunia membendung terorisme sehingga mengakibatkan munculnya aksi September yang menyerang Amerika, Barat menumbuhkan ketakutan terhadap Islam (islamfobia).

Pandangan masyarakat menjadi bias, penuh prasangka, yang terus menyudutkan Islam dan para pengikutnya dengan caci maki dan perlakuan biadab.

Namun, respons semacam itu justru membuat kehidupan Muslim makin solid. Mereka menghadapinya dengan optimisme. Kini mereka tampil di berbagai bidang, tak terkecuali politik, dengan membawa pesan untuk mengakomodasi kepentingan saudaranya yang sama-sama menginginkan kebersamaan dan kedamaian.

Buku ini meneruskan tradisi dialog Islam dan Barat yang sejak dulu selalu dibentur-benturkan, seperti yang dilakukan Samuel Huntington dalam Clash of Civilization. Dengan membaca buku ini, masyarakat, terutama Muslim, dapat mengetahui seperti apa pandangan global saat ini terhadap gerakan-gerakan saudaranya di berbagai belahan dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement