Sabtu 15 Dec 2018 03:29 WIB

Pakde Karwo Sebut Jatim Salah Satu Penyangga Pangan Nasional

Selama ini sebagian besar pasokan beras nasional berasal dari Jatim.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Gita Amanda
Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang akrab dipanggil Pakde Karwo.
Foto: seputarmanusia.wordpress.com
Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang akrab dipanggil Pakde Karwo.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Gubernur Jawa Timur (Jatim), Soekarwo menyebut, daerahnya sebagai salah satu penyangga pangan nasional. Hal tersebut karena selama ini sebagian besar pasokan beras nasional berasal dari Jatim.

Melihat fakta ini, pria yang disapa Pakde Karwo ini menegaskan, petani sebagai pahlawan penentu stabilisasi harga beras. Sebab, kerja petani yang terus meningkatkan produksi beras, ketahanan pangan Indonesia terpenuhi. "Petani juga memegang peran penting dalam tersedianya beras," kata Pakde Karwo saat penyerahan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pengeringan (Dryer) Padi di Desa Sanggreng, Kabupaten Malang, Kamis (13/12).

Menurut Pakde Karwo, poduksi beras Jatim sebanyak 6,053 juta ton dengan tingkat konsumsi 91,3 kilogram (kg) per orang. Sementara konsumsi nasional mencapai 114 kg per orangnya setiap tahun. Dengan kata lain, konsumsi beras masyarakat Jatim sebanyak 3,6 juta ton, dengan surplus sekitar 2,4 juta ton.

Dengan hasil seperti itu, Pakde Karwo berpendapat, menjadi hal wajib apabila para petani diberikan bantuan oleh pemerintah. Salah satunya dengan pemberian alat pengering pagi yang berfungsi untuk meningkatkan hasil panen. Alat ini  menjadi paling penting bagi petani pada Maret hingga Mei karena memasuki masa panen di mana bersamaan dengan musim hujan.

Pada masa tersebut, lanjutnya, panen petani biasanya mampu mencapai 63 persen. Proses tersebut dapat memiliki kandungan air sebanyak 18 sampai 19 persen. Dampaknya, sebagian besar hasil panen tidak dijemur karena hujan sehingga disimpan di rumah dan dimasukkan ke dalam karung. 

"Kurang lebih, 45 persen hasil panen yang digiling dan sisanya  masih disimpan," tegasnya melalui keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (14/12).

Kondisi tersebut menyebabkan keberadaan beras justru dapat berkurang di musim panen besar. Oleh sebab itu, keberadaan dryer diharapkan bisa membantu petani mengeringkan hasil panen. "Yang kering di bawah 14 persen dengan pecahan di bawah 20 persen. Kalau digiling 18 sampai 19 persen jadi  30 persen pecahannya dan harganya kurang bagus menjadi Rp 9.300 per kg," ungkapnya.

Pakde Karwo berharap, para petani bisa meningkatkan nilai tambah mereka  dengan cara menjual beras bukan gabah kering panen.  Jika cara tersebut bisa dilakukan, nilai tambahnya mencapai 54,3 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement