Jumat 14 Dec 2018 17:35 WIB

Aktivitas Lokasi Pesta Asusila tak Banyak Diketahui Warga

Pemilik rumah singgah tak mengetahui jika yang menginap lebih dari satu orang.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Suasana Homestay AW yang menjadi tempat kejadian perkara pesta  seks di Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Suasana Homestay AW yang menjadi tempat kejadian perkara pesta seks di Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ditreskrimum Polda DIY baru saja melakukan penggerebekan praktik pesta asusila di Kabupaten Sleman. Setelah ditelusuri, aktivitas tempat kejadian perkara yang merupakan homestay ternyata tidak banyak diketahui masyarakat sekitar.

Homestay AW (singkatan) itu sendiri terdiri dari lima rumah yang berada di satu blok dengan lokasi yang berada tepat di pinggir jalan, Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY.

Posisinya lima rumah ini memang terpisah dari perkampungan masyarakat. Lokasinya hanya terhubung satu lubang berisi tangga kecil yang ada di ujung residen, dan cuma bisa dilalui satu orang.

Dari lima bangunan itu, terdapat dua rumah yang berada paling ujung yang tidak memiliki pagar. Selain itu, hanya dua rumah yang terlihat memiliki aktivitas, dan tiga lain kosong.

Di rumah ketiga, terlihat empat motor bebek dan satu motor angkut terparkir, dengan pagar hitam yang terlihat terbuka setengah. Sedangkan, kendaraan tidak terlihat dari dua rumah lain yang ada di ujung.

Namun, di rumah terakhir, terlihat baru saja terpakai. Pasalnya, sejumlah lampu masih menyala dan dari bagian dapur yang memiliki pintu sedikit transparan bisa dilihat beberapa galon air mineral yang belum terpakai.

Pengelola homestay tersebut, Muhammad Ridwan mengungkapkan, rumah bertarif Rp 450 ribu per hari itu memang sempat disewa seseorang. Namun, ia mengaku tidak mengetahui jika yang menginap lebih dari satu orang.

Pasalnya, Ridwan memang hanya bertugas menyerahkan kunci jika sudah ada calon penyewa. Biasanya, penyewa sudah bisa masuk (check in) sekitar pukul 13.00 siang dan ke luar (check out) sekitar pukul 11.00 keeseokannya.

"Yang booking cuma satu, tidak tahu yang masuk berapa orang, saya cuma mengelola, menyerahkan kunci, langsung pulang," kata Ridwan kepada Republika, Jumat (14/12) siang.

Ridwan bahkan tampak kaget dengan kedatangan media, dan merasa tidak mengetahui ada penggerebekan yang dilakukan Polisi. Tapi, ia membenarkan, sebelum ia tiba, tamu yang menyewa sudah tidak ada.

Sebab, seharusnya, jika tamu itu masuk pada Selasa, tentu mereka harus sudah mengembalikan kunci sebelum Rabu siang. Sedangkan, penggerebekan Polisi memang dilakukan pada Selasa (11/12) malam. "Saya ke sini sudah tidak ada, kunci dibawa, saya tidak tahu ini kunci sudah balik lagi, mungkin dikasih ke yang punya (pemilik)," ujar Ridwan.

Selain itu, Ridwan menambahkan, saat masuk ke rumah terakhir, memang ada sejumlah barang yang tertinggal. Di antaranya, empat buah helm yang hingga hari ini masih ada di sana.

Sayangnya, ketika Ridwan mencoba menghubungi penyewa itu, nomor yang diberikan sudah tidak dapat dihubungi. Anehnya, selain tidak diketahui pengelola, penggerebekan Polisi tidak menyisakan garis kuning seperti biasanya.

Senada, Deta, penghuni kost yang tepat berada di sebelah Homestay AW tersebut, mengaku tidak mengetahui ada penggerebekan yang dilakukan Polisi. Ditemui saat baru saja bangun tidur, Deta tampak terkejut mendengar ada pesta seks di sana.

"Aku baru tau kalau soal itu, tapi biasanya memang ramai, tapi orangnya gak tau, orangnya suka ganti-ganti," kata Deta.

Deta, yang beberapa kali melewati jalan depan homestay, mengaku tidak pernah kenal dengan orang-orang yang menginap di sana. Pasalnya, setiap kali lewat, orang yang dilihatnya kerap berganti.

Terlebih, saat penggerebekan, Selasa malam, Deta sedang tidak berada di kos. Tapi, ia membenarkan, cukup banyak kendaraan roda dua dan roda empat yang terparkir atau hilir mudik ketika ada penyewanya.

"Banyak kendaraan, mobil, motor, orangnya kayak gonta ganti, bukan orang yang sama, kalau orang yang sama pasti kenal, tapi kulihat ganti terus, cewek ada, cowok ada," ujar Deta yang sudah kost di sana sejak Juli 2018.

Terkait penggerebekan yang tidak diketahui warga sekitar, Kabid Humas Polda DIY, AKBP Yulianto menilai, memang tidak semua penggerebekan harus diketahui warga. Tapi, ia menekankan, Ketua RT setempat mengetahui dan dapat menjadi saksi. "Pertimbangan penyidik atau pertimbangan petugas lapangan saat itu perlu atau tidak memerlukan pendampingan perangkat setempat," kata Yulianto.

Sejauh ini, ia menjelaskan, Polisi masih mendalami keterlibatan pemilik Homestay AW tersebut. Polisi belum dapat pula mengungkapkan profil 12 orang yang terlibat praktik pesta asusila tersebut.

Untuk itu, ia merasa, siapapun masih memiliki kemungkinan menjadi tersangka. Tentunya, penetapan tersangka membutuhkan pemeriksaan, bukti petunjuk dan alat bukti yang mencukupi. "Nanti masih berkembang, kalau memang hasil pemeriksaan bisa menjadi tersangka, siapapun yang memungkinkan jadi tersangka boleh-boleh saja," ujar Yulianto.

Ia menambahkan, walau baru dua ditetapkan sebagai tersangka, total 12 orang yang digerebek Selasa malam memang saling mengenal. Yulianto turut membantah kalau ada dari tersangka yang merupakan aparatur sipil negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement