REPUBLIKA.CO.ID, POLANDIA -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen untuk melakukan tindakan nyata dan mendorong negara-negara lain untuk bersama-sama menghadapi tantangan akibat dampak perubahan iklim terhadap sektor kelautan dan perikanan.
Komitmen tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat menjadi pembicara utama pada sesi “Perspektif Tingkat Tinggi untuk langkah ke depan (High level perspective on the way forward)” dalam kegiatan “Ocean’s Action Day” yang digelar di Pacific Paviliun, International Congress Centre di Katowice, dalam rangka Konferensi Negara-negara untuk Perubahan Iklim di Polandia, Sabtu (8/12).
Menteri Susi menyampaikan bahwa komitmen dalam upaya penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap sektor kelautan dan perikanan harus menyinergikan segenap elemen global agar kerja sama global ini lebih cepat memberikan dampak bagi laut.
Secara khusus ia menyebutkan salah satunya adalah pertemuan International Coral Reef Initiative (ICRI) yang baru saja berlangsung di Monaco dimana Indonesia juga berperan sebagai Co-Chair bersama dengan Australia dan Monaco.
Selanjutnya, melihat fakta bahwa di kawasan pesisir, khususnya kawasan pesisir di daerah tropis merupakan kawasan yang memiliki tiga komponen ekosistem utama yakni mangrove, terumbu karang, dan lamun, ia menyoroti satu hal yang sangat mendesak untuk dilakukan.
Hal yang sangat mendesak tersebut adalah membangun komunikasi yang berbasis pada fakta ilmiah yang dihasilkan oleh ilmuwan agar menjadi dasar pengambilan kebijakan nasional dan global oleh para politisi.
"Negosiasi global dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim tidak akan bisa menjadi aksi nyata di tingkat parties (atau negara-negara yang meratifikasi Paris Agreement) jika para politisi tidak pernah diberikan angka-angka yang menunjukkan seberapa parahnya kondisi ekosistem pesisir dan laut saat ini," ujar Menteri Susi dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (10/12).
Untuk itu, peran ilmuwan sangat penting dalam memberikan data dan fakta tentang kondisi lingkungan laut saat ini agar para politisi bisa membuat kebijakan yang lebih ramah lingkungan. Hal ini kemudian juga diulang kembali oleh pembicara lainnya dari Australia dan Sekretaris Eksekutif IOC-Unesco Vladimir Ryarubin.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan di laut memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam memperkuat atau mengurangi ketahan lingkungan laut terkait dampak perubahan iklim.
Misalnya, menyikapi tingginya laju kerusakan pesisir akibat gelombang ekstrim, Menteri Susi menyebutkan kerusakan ekosistem karang akibat praktik-praktik Illegal Unregulated and Unreported Fishing (IUUF), khususnya dalam hal ini penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan berkontribusi dalam perusakan ekosistem karang yang seharusnya menjadi pelindung pantai terhadap gelombang ekstrem.
Menteri Susi secara khusus mencontohkan bahwa penggunaan alat tangkap trawl akan merusak karang sehingga hempasan gelombang akan langsung menghantam kawasan pesisir.
Indonesia dalam kesempatan ini juga menyampaikan bahwa pemerintah telah mengambil tindakan serius dan nyata dalam mengelola ekosistem laut dan pesisir yang berkelanjutan. Indonesia berkomitmen mengalokasikan anggaran sebesar USD2,3 juta untuk rehabilitasi ekosistem pesisir pada 2019 nanti.
“Kita berupaya untuk terus memulihkan hutan mangrove dan ekosistem pantai dengan metode yang lebih bersahabat dengan alam,” ujar Menteri Susi.
Ia menambahkan, di tingkat global, pada pelaksanaan Our Ocean Conference bulan Oktober lalu di Bali, telah terkumpul komitmen bersama untuk pelestarian laut dunia dengan jumlah nominal total 10,7 miliar dolar AS dan kawasan konservasi laut baru seluas 14 juta kilometer persegi.
Dari total jumlah uang tersebut, 12,46 persen di antaranya didedikasikan untuk upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terhadap laut.
Selain Menteri Susi, beberapa tokoh dunia juga turut menyampaikan komitmen penyelamatan laut, di antaranya Ambassador for the Ocean, Swedia, Helen Agren; Ambassador for Climate Change, Canada, Patricia Fuller; Ambassador for the Environment, Australia, Patrick Suckling; dan Special Envoy of the United Nations Secretary-General for the Climate Summit, Louis Alfonso de Alba.