Senin 10 Dec 2018 19:45 WIB

Gusdurian Raih Asia Democracy and Human Rights Award 2018

Penghargaan ini bentuk apresiasi atas kiprah Gusdurian dalam HAM dan demokrasi.

Alisa Wahid usai menerima penghargaan Asia Democracy and Human Rights Award 2018
Foto: dok istimewa
Alisa Wahid usai menerima penghargaan Asia Democracy and Human Rights Award 2018

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—  Jaringan Gusdurian mendapatkan anugerah  Asia Democracy and Human Rights Award 2018 oleh The Taiwan Foundation for Democracy (TFD). Penghargaan ini secara langsung diberikan oleh Presiden Republik China Taiwan, Tsai Ing-wen.

Penghargaan ini istimewa mengingat Desember adalah bulan memperingati wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Di bulan ini haul Gus Dur diselenggarakan di berbagai kota di Indonesia untuk mengenang sekaligus menebarkan teladan beliau.

Dalam pandangan TFD,  Jaringan Gusdurian dinilai telah bekerja untuk mempromosikan dialog antaragama, multikulturalisme , konsolidasi masyarakat sipil, toleransi, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Dengan berpegang pada sembilan nilai utama Gus Dur, JGD selama ini tak kenal lelah berjuang untuk bebebasan beragama, hak minoritas, dan toleransi beragama.

Jaringan Gusdurian juga dinilai telah melakukan intervensi yang berarti terhadap  masalah diskriminasi di Indonesia dengan membela mereka yang menjadi korban.

Jaringan Gusdurian juga menjadi salah satu organisasi terkemuka dalam memerangi radikalisme dan intoleransi di Indonesia, termasuk mengurangi dan mengurangi potensi konflik komunal di negeri yang penuh dengan keragaman agama dan etnis.

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan, penghargaan ini tentu saja membanggakan dan patut disyukuri. Ini menandakan bahwa kerja-kerja Jaringan Gusdurian selama ini mendapatkan apresiasi di tingkat internasional.

“Secara khusus Jaringan Gusdurian mengucapkan terimakasih kepada The Taiwan Foundation for Democracy  yang telah memberikan penghargaan ini. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada mitra-mitra kerja kami di Indonesia dan luar negeri yang selama ini telah membantu kerja-kerja Jaringan Gusdurian,” kata dia dalam keterangannya kepada Republika.co.id di Jakarta, Senin (10/12).  

Alissa mengatakan, penghargaan ini secara khusus  didedikasikan kepada seluruh pejuang HAM di Indonesia dan seluruh dunia yang selama tidak kenal lelah terus berjuang menegakkan keadilan, demokrasi, dan HAM.  

Namun demikian, dia mengakui penghargaan ini lebih merupakan cambuk. Cambuk keras agar  tidak berhenti dan terus bekerja. Perjuangan untuk menegakkan HAM tidak boleh berhenti hanya dengan sebuah award.

Dia mengatakan, penghargaan ini justru menjadi tanda bahwa Jarigan Gusdurian harus bekerja lebih keras dalam memperjuangkan keadilan, bebebasan beragama, hak minoritas, dan toleransi beragama. Di masa mendatang kasus-kasus diskriminasi dan menguatnya politik identitas akan menjadi tantangan berat bagi kerja-kerja perjuangan Hak Asasi Manusia.

“Kami berharap penghargaan ini menjadi juga menjadi penanda baru bagi lebih dari seratus komunitas Gusdurian yang tersebar di seluruh Indonesia untuk terus bekerja menebarkan nilai-nilai yang telah diajarkan Gus  Dur bagi terwujudnya masa depan  Indonesia yang lebih berperikemanusiaan,” tutur dia.

Presiden Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (FIDH), Dimitris Christopoulos, terkesan upaya dialog antar-iman yang dilakukan Jaringan Gusdirian, yang berasal dari aktivis Islam moderat di dunia di mana islamofobia telah masuk ke dalam agenda politik.

Presiden Japan’s Human Rights Now Dr Shin Hae Bong mengatakan, Jaringan Gusdurian telah berkontribusi menciptakan ruang dialog yang aman bagi orang-orang dengan beragam latar belakang agama dan etnis, yang sangat penting dalam masyarakat multi-etnis, memainkan peran katalis dalam mempromosikan dialog antaragama, demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia dan di luar negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement