REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta Bawaslu agar tetap menjaga independensi ketika Pemilu 2019 berlangsung. Dia menilai, sebagai lembaga pengawas, Bawaslu harus lebih cerdas dari lembaga yang diawasi.
"Yang sangat penting (adalah) independensi, bagaimana anda semua independen walaupun saya tahu anda juga warga negara biasa, berhak memilih. Pasti anda memilih juga calon, cuma harus anda rahasiakan itu sendiri," ujar JK saat memberikan pidato pada Rakornas Bawaslu di Hotel Mercure Ancol, Senin (10/12).
Menurutnya, independensi Bawaslu tercermin dari tindakan para anggotanya dimanapun mereka berada. Meski para anggota Bawaslu memiliki hak pilih, mereka dilarang untuk ikut kegiatan kampanye Pemilu 2019. Adapun preferensi politik anggota Bawaslu tidak boleh disampaikan ke publik.
"Begitu anda masuk Bawaslu, anda mempunyai etika untuk berada di sisi independen dan mengawasi siapa yang salah. Cari kebenaran, begitu pemilu berhasil, maka salah satu anda lah yang berhasil," katanya.
JK mengatakan, apabila anggota Bawaslu dapat menjaga profesionalitas dan independensi maka dapat menciptakan pemilu yang bermartabat dan kredibel. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan pemimpin yang memiliki nilai-nilai serupa. Oleh karena itu, pemilu yang bermartabat harus diawasi oleh lembaga yang mampu menjaga independensi.
Jusuf Kalla mengaku, sebagai kepala negara sekaligus dewan pengarah capres dan cawapres nomor urut 01, dirinya sulit untuk menempatkan diri pada posisi netral saat menghadiri acara yang berkaitan dengan politik. Oleh karena itu, Jusuf Kalla meminta agar Bawaslu dapat menjaga independensi dalam mengawasi pelaksanaan Pemilu 2019.
"Walaupun saya juga bagian dari politik, saya juga (dewan) pengarah dari salah satu calon. Tapi saya dalam posisi ini harus mengatakan bahwa anda lah yang akan mengawasi tindak semua dan anda harus berada dalam posisi independen, jadi harus jelas posisi itu, profesional dan independen. Baru lah akan terjadi pemilu yang kita ciptakan bermartabat dan kredibel," kata JK.
Di sisi lain, Jusuf Kalla mengingatkan bahwa anggaran Bawaslu lebih besar daripada anggaran Kementerian Dalam Negeri. Oleh karena itu, apabila pelaksanaan Pemilu 2019 gagal, maka Bawaslu akan mengecewakan masyarakat.
"Tadi dikatakan biaya APBN-nya (Bawaslu) Rp 8 triliun, saya tanya berapa anggaran Kemendagri cuma Rp 4,5 triliun. Jadi APBN Bawaslu itu dua kali daripada anggaran Kemendagri. Kalau (Pemilu) tidak berhasil, anda (Bawaslu) mengecewakan masyarakat," ujarnya.
Dengan anggaran yang tinggi tersebut, J|K berharap seluruh jajaran pengawas dapat menjalankan tugasnya dengan jujur, adil, dan transparan. JK mengatakan, Pemilu 2019 menjadi pesta demokrasi yang paling rumit di dunia karena pemilih diberi hak memberikan suaranya untuk lima tingkatan, yakni presiden-wakil presiden, anggota legislatif DPR, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan anggota DPD.
Jusuf Kalla mengatakan, satu orang pemilih rata-rata menghabiskan waktu sekitar 11 menit di dalam bilik suara untuk memberikan hak pilihnya. Hal ini berdasarkan uji coba yang telah dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri.
"Tadi disampaikan oleh Pak Tjahjo, bahwa setelah uji coba rata-rata dibutuhkan 11 menit untuk satu orang. Jadi kalau waktu TPS dibuka enam jam, berarti 360 menit dibagi 11, itu berarti satu bilik bisa dipakai 32 sampai 33 orang, kalau betul-betul lancar, berarti minimum dibutuhkan 10 bilik suara di satu TPS," ujar Jusuf Kalla.
Oleh karena itu, Jusuf Kalla meminta Bawaslu dapat memperkuat jajarannya untuk mengawasi pelaksanaan pemilu secara teliti. Dengan demikian, pelaksanaan pemilu di Indonesia dapat berjalan secara bermartabat dan kredibel. "Kalau ingin dipercaya dan kredibel, maka haruslah semua aspek (pemilu) itu diawasi dengan baik. Itulah tugas anda semuanya," ucapnya.