REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Temuan pencemaran lingkungan di Sumatra Barat meningkat pada 2018 ini, dibanding survei terakhir pada 2014 lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar merilis, jumlah desa atau nagari yang berpotensi mengalami pencemaran air pada 2018 sebanyak 319 nagari, naik 122 persen dibanding tahun 2014. Sebagai gambaran, tercatat ada 886 nagari yang disurvei oleh BPS tahun ini.
Sementara itu, nagari yang berpotensi mengalami pencemaran tanah di Sumbar tercatat 50 nagari. Angka ini naik 163 persen dibanding temuan pada 2014. Di sisi lain, pencemaran udara tercatat menurun 76 persen dibanding tahun 2014. Pada 2018, tercatat ada 160 nagari di Sumbar yang berpotensi mengalami pencemaran udara.
Selain itu, Sumbar juga tercatat sebagai provinsi dengan potensi kebencanaan yang tinggi. Selama tiga tahun terakhir, ada 440 nagari di Sumbar yang terdampak banjir, 293 nagari terdampak tanah longsor, dan 366 nagari terdampak gempa bumi. Tak hanya itu, BPS juga merilis, sebanyak 191 nagari terdampak kekeringan, 145 nagari terdampak kebakaran hutan dan lahan, serta 100 nagari terdampak banjir bandang. Sebanyak 10 nagari juga diketahui terdampak gunung meletus.
"Karena Sumbar memang secara geologis rawan bencana," ujar Kepala BPS Sumbar Sukardi, Senin (10/12).
Sementara itu, dilihat dari sisi pembangunan desa, jumlah desa atau nagari tertinggal di Sumatra Barat menyusut menjadi 28 unit pada 2018, jauh berkurang ketimbang jumlahnya pada 2014 lalu sebanyak 56 nagari tertinggal. Di sisi lain, jumlah nagari mandiri juga bertambah menjadi 181 unit, naik dibanding jumlah nagari mandiri pada 2014 sebanyak 85 unit.
Jumlah nagari berkembang pada 2018 tercatat sebanyak 677 unit atau 76,41 persen dari total nagari di Sumatra Barat. Angka ini menyusut dibanding jumlah nagari berkembang pada 2014 lalu sebanyak 745 unit. Namun, ada penambahan sebanyak 96 nagari sepanjang 2014-2018 ini, sehingga membuat perbandingan antara survei tahun ini memiliki bobot berbeda dengan 2014.
"Ini semua terjadi karena memang sekarang banyak dana yang digelontorkan ke desa atau nagari dan berdampak positif terhadap pembangunan desa di Sumbar," kata Sukardi.
Sukardi menjelaskan, penilaian kemandirian sebuah desa bisa dilihat dari skor Indeks Pembangunan Desa (IPD). Hal itu dikalkulasikan dari sejumlah hal, yakni pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi, pelayanan umum, hingga kondisi pemerintah desa.