REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Fira Nursya'bani
Setahun setelah dikalahkan dari Irak dalam perang, kelompok ISIS masih terus berjuang mempertahankan wilayah terakhirnya di Hajin, Suriah Timur. Mereka masih terlibat dalam pertempuran mematikan dengan pasukan yang didukung AS.
Para militan terpojokkan di padang pasir dekat perbatasan Irak dan tidak memiliki tempat untuk lari. Pertempuran di Hajin sendiri telah berlangsung selama tiga bulan, menunjukkan sulitnya memberantas kelompok ekstremis yang bertekad untuk tetap bertahan hidup ini.
Di Irak, ada kekhawatiran yang meningkat bahwa kelompok itu sewaktu-waktu dapat kembali. Militan ISIS baru-baru ini telah meluncurkan serangan mematikan terhadap pasukan keamanan Irak serta menculik dan membunuh warga sipil, sebagian besar di empat provinsi utara dan tengah yang pernah menjadi bagian dari kekhalifahan mereka.
"Masih ada bahaya besar bagi Irak dan Suriah, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan perbatasan ketika menyangkut ISIS," kata seorang pejabat senior intelijen Irak, yang berbicara secara anonim.
Dia mengatakan, ISIS telah kehilangan sebagian besar pendapatan yang pernah mereka hasilkan dari minyak dan pajak yang dikenakan di daerah yang dikendalikannya. Menurut dia, pendapatan mereka digunakan untuk membeli senjata dan membiayai serangan di Irak dan Suriah.
Kelompok itu sekarang bergantung pada penjualan emas dan cadangan lainnya yang telah mereka kumpulkan setelah mengumumkan kekhalifahan pada Juni 2014.
Pejabat intelijen Irak lainnya mengatakan, ISIS mulai merestrukturisasi komandonya. ISIS juga lebih mengandalkan komandan non-Irak setelah sebagian besar pemimpinnya tewas dalam serangan koalisi.
Kelompok ISIS pernah menguasai wilayah seluas Inggris yang meliputi bagian-bagian Irak dan Suriah. Mereka menjalankan apa yang disebut kekhalifahan dan merencanakan serangan internasional dari markas besarnya di Kota Raqqa di Suriah.
Puluhan ribu orang tewas di kedua negara itu. Pasukan yang didukung oleh koalisi pimpinan AS akhirnya berhasil mengusir ekstremis tersebut dari hampir semua wilayah yang pernah mereka kuasai.
Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi mengumumkan kemenangan akhir atas kelompok itu pada 9 Desember 2017. Dua bulan sebelumnya, koalisi, yang bekerja sama dengan milisi Kurdi, berhasil membebaskan Raqqa.
Wilayah Hajin, yang masih dikuasai ISIS di Suriah, mewakili kurang dari satu persen dari wilayah yang pernah dikuasai pada puncak kekuasaan mereka. Wilayah terakhir itu adalah rumah bagi sekitar 15 ribu orang, termasuk militan ISIS dan keluarga mereka. Militer AS memperkirakan ada sekitar 2.000 militan ISIS yang masih tersisa di sana.
Syrian Democratic Forces (SDF) meluncurkan serangan untuk merebut kembali Hajin pada 10 September lalu. Operasi militer ini adalah kampanye yang melelahkan, yang dipenuhi dengan badai pasir dan kabut.
Kondisi ini memungkinkan militan meluncurkan serangan balasan yang telah menewaskan ratusan anggota SDF. ISIS juga telah mengambil sejumlah tahanan dan menyandera ratusan warga sipil.
"Ini sangat sulit karena kita berada di tahap terakhir. Hampir setiap militan ISIS mengenakan sabuk bunuh diri," ujar Brett McGurk, utusan Gedung Putih untuk perang melawan ISIS, dalam konferensi keamanan di Bahrain baru-baru ini.
Para ekstremis, yang terkepung di dekat perbatasan, tidak punya tempat untuk pergi. Mereka dikelilingi dari timur ke utara oleh anggota SDF dan dari selatan ke barat oleh pasukan Pemerintah Suriah.
Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris mengatakan, sejak pertempuran dimulai hampir tiga bulan lalu, 1.616 orang telah tewas, kebanyakan dari kedua belah pihak. Korban tewas tercatat 827 pria bersenjata, 481 di antaranya anggota SDF dan 308 lainnya warga sipil.
Pertempuran sekarang diyakini berada dalam tahap akhir. Pasukan SDF dilaporkan telah menerobos pertahanan ISIS dan melakukan pertempuran di dalam kota.
Kejatuhan Hajin akan mengakhiri penahanan kelompok itu atas wilayah yang signifikan di Irak atau Suriah. Namun, sel-sel tidur ISIS di kedua negara akan terus melakukan serangan di tengah upaya untuk bangkit kembali.
Afiliasi ISIS di Libya, Afghanistan, dan Semenanjung Sinai di Mesir juga masih terus melakukan serangan rutin. Sebagian besar wilayah Irak dan Suriah saat ini masih berupa reruntuhan, dengan hanya sedikit uang tunai dan sedikit kemauan politik internasional untuk membangun kembali.
Setelah lebih dari tiga tahun perang, Irak memperkirakan 88,2 miliar dolar AS diperlukan untuk membangun kembali negara itu. Pertemuan puncak donor internasional yang diadakan awal tahun ini di Kuwait telah mengumpulkan dana sebesar 30 miliar dolar AS yang sebagian besar datang dalam bentuk pinjaman, tetapi tidak ada kemajuan yang telah dibuat untuk memenuhi pembangunan.
"Masalah terbesar yang kita miliki adalah kurangnya dana. Apa yang kami habiskan sampai sekarang adalah sekitar 1,5 persen dari apa yang kami butuhkan dan itu datang sebagai pinjaman dan sumbangan," kata Mustafa al-Hiti, kepala dana rekonstruksi yang dikelola pemerintah.
Tantangan lain adalah bom yang belum meledak, terutama di kota utara Mosul. Dia memperkirakan, ada sekitar empat juta bom yang belum meledak masih berserakan di sekitar Mosul, kota terbesar yang pernah dimiliki oleh ISIS.
(ap, ed: setyanavidita livikacansera)