Jumat 07 Dec 2018 17:32 WIB

Kisruh Uang Santunan Korban, Ini Kata Dirut Istaka Karya

Pihak keluarga pekerja korban pembunuhan menolak jumlah santunan sebesar Rp 24 juta.

Direktur Utama PT Istaka Karya, Sigit Winanto
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Direktur Utama PT Istaka Karya, Sigit Winanto

REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Negosiasi antara PT Istaka Karya dan keluarga dari karyawannya yang menjadi korban tewas akibat dibunuh kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) di Kabupaten Nduga, yang digelar di Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Jumat (7/12), berjalan alot. Keluarga menolak jika perusahaan hanya memberikan sebesar Rp 24 juta kepada keluarga korban dalam pertemuan yang digelar di hanggar bandara Mozes Kilangin Timika itu.

Direktur Utama PT Istaka Karya Sigit Winanto mengaku belum memastikan jumlah santunan yang akan diberikan kepada ahli waris karyawannya yang menjadi korban pembunuhan KKSB di Kabupaten Nduga. "Jumlahnya belum bisa saya sampaikan sekarang karena beberapa poin perlu perhitungan kembali," kata  Sigit Winanto di Timika, Jumat.

PT Istaka Karya dalam negosiasi yang digelar di hanggar Bandara Mozes Kilangin, Jumat siang menyanggupi santunan kepada masing-masing korban sebesar Rp 24 juta. Jumlah tersebut lantaran PT Istaka menilai peristiwa tersebut tidak termasuk dalam kecelakaan kerja.

Maka sesuai aturan, santunan yang diberikan sebesar Rp 24 juta. Dengan perincian, uang duka sebesar Rp 16,2 juta, santunan sebesar Rp 4,8 juta dan pennggantian biaya pemakaman sebesar Rp3 juta.

Dirut PT Istaka mengatakan pihaknya akan memperhitungkan kembali jumlah santunan kepada keluarga korban. Termasuk mendefinisikan apakah peristiwa tersebut sebagai kecelakaan kerja atau tidak.

"Akan di kaji lagi sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Kita belum bisa sampaikan seperti itu (termasuk kecelakaan kerja atau tidak). Yang jelas sekarang pihak keluarga sepakat untuk mengantar para korban ke tempat asal," ujarnya.

Selain itu, Dirut PT Istaka juga memohon maaf atas keributan yang terjadi pada saat negosiasi yang menyebabkan perang mulut antara keluarga korban dengan Kepala Balai Besar Pembangunan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah Papua Oesman Marbun. "Semua dalam kondisi lelah termasuk lamanya proses evakuasi. Saya pikir masih dalam batas wajar," ujarnya.

Kemarahan keluarga semakin memuncak bahkan sempat terjadi adu mulut ketika Osman Marbun mempertanyakan status peserta negosiasi. Bahkan dalam adu mulut, Osman mengatakan bahwa pihaknya yang sudah payah mengambil "barang" (jenazah) dari dalam hutan.

"Itu bukan barang, itu manusia. Kenapa kau bilang itu barang?" kata keluarga korban.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement