Jumat 07 Dec 2018 16:27 WIB

Enam Pesan dari Reuni 212

Meski peserta yang datang membeludak, reuni berjalan tertib dan Monas bebas sampah.

Sejumlah massa dari berbagai organisasi islam mengikuti reuni aksi 212 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Ahad, (2/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Sejumlah massa dari berbagai organisasi islam mengikuti reuni aksi 212 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Ahad, (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hariqo Wibawa Satria*

Selain membeludaknya peserta dari berbagai daerah, tertib, tidak ada bakar-bakaran, tidak ada peserta yang dibayar, bebas sampah, ada beberapa hal yang menarik dari Reuni 212 pada Ahad, 2 Desember 2018. Pertama, tidak ada sama sekali ajakan kudeta, makar kepada pemerintah yang sah dan berkuasa saat ini.

Pergantian kekuasaan wajib lewat pemilu, mantan jenderal sekalipun jika ingin jadi pemimpin harus ikut pemilu. Ini penting sekali karena umur demokrasi kita masih belia, sekali ada kudeta bisa menyebabkan perang saudara yang lama. Kita apresiasi, umat Islam dengan jumlah terbanyak semakin tinggi ketaatannya pada konstitusi.

Kedua, tidak ada sama sekali ajakan mendirikan khilafah, apalagi mengganti Pancasila dalam reuni 212. Hampir semua orator menyampaikan pentingnya menjaga Pancasila, mensyukuri keberagaman, menjaga persatuan dan keutuhan NKRI.

Ketiga, yang disampaikan lebih banyak kepentingan nasional ketimbang kepentingan umat Islam atau golongan tertentu. Benang merah dari para orator mendambakan NKRI yang berdaulat. Keindonesiaan dan keislaman sama sekali tidak dipertentangkan. Mayoritas peserta membawa bendera merah putih dan bendera bertuliskan kalimat tauhid.

Keempat, tidak satu orang peserta pun membawa poster caleg, capres atau alat peraga kampanye lainnya. Seruan damai, damai, jaga kebersihan disampaikan dan ditaati seluruh yang hadir.

'Peringatan' Gubenur DKI Jakarta, Anies Baswedan di awal acara juga diikuti peserta. Tanpa keluar urat leher, Anies mengatakan, “Buktikan bahwa mendapat izin di Monas, buktikan dengan hadir tertib lalu kembali dengan tertib."

Kelima, tidak ada sama sekali sindiran, ujaran kebencian yang ditujukan kepada umat Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, bahkan Yahudi. Tidak ada juga ujaran kebencian kepada suku, ras apa pun, intinya tidak ada yang menghina SARA. Justru yang diingatkan musuh bersama kita adalah ketidakadilan, kemiskinan, kesenjangan sosial, dan lain-lain.

Keenam, reuni 212 memberi pesan kepada dunia internasional bahwa Indonesia tetap konsisten anti penjajahan, karenanya diberikan waktu kepada perwakilan dari Palestina untuk menyampaikan orasi. Kegiatan ini mengamalkan pembukaan UUD 1945 "sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

Yang paling mengharukan bagi saya ketika lagu wajib nasional Indonesia Raya dinyanyikan bersama-sama, utamanya pada bagian “Marilah kita berseru, Indonesia bersatu”. Walaupun bukan alumni 212, dari lubuk hati terdalam saya mengucapkan selamat atas suksesnya Reuni 212. Semoga pesan-pesan penting dari kegiatan itu dapat kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Salam Kedaulatan.

*) Direktur Eksekutif Komunikonten

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement