Jumat 07 Dec 2018 14:51 WIB

Wadah Pegawai KPK Kritik Laporan Ombudsman Soal Kasus Novel

Ombudsman RI dalam laporannya menyinggung belum adanya proses BAP terhadap Novel.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
Perlindungan Pejuang Keadilan. Penyidik KPK Novel Baswedan menyampaikan paparan saat diskusi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Perlindungan Pejuang Keadilan. Penyidik KPK Novel Baswedan menyampaikan paparan saat diskusi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap menyampaikan tanggapan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI. Dia menyatakan, penyidik KPK yang menjadi korban penyiraman dengan air keras, Novel Baswedan, sudah diperiksa berkali-kali oleh penyidik Polri.

"Bahkan didampingi langsung oleh pimpinan KPK baik di Indonesia maupun pada saat masih dirawat di Singapura. Keterangan Novel sudah dituangkan di dalam Berita Acara Pemeriksaan yang setidaknya berjumlah sembilan halaman," tutur dia dalam keterangan tertulis, Jumat (7/12).

Karena itu, menurut Wadah Pegawai KPK, tidak tepat bagi pihak mana pun, baik perorangan maupun lembaga, untuk membebankan pembuktian tindak kejahatan yang dialami seseorang kepada korban kejahatan itu sendiri. Namun jika itu yang terjadi, maka itu menyesatkan logika hukum.

"Novel adalah orang yang disiram wajahnya dengan air keras hingga mengakibatkan cacat permanen kedua matanya sampai hari ini. Membebankan proses pembuktian kepada pihak korban adalah tindakan yang sangat menyesatkan logika hukum dan akal sehat, serta melukai keadilan di tengah masyarakat," lanjutnya.

Yudi menambahkan, pengungkapan kasus Novel mempertaruhkan keseriusan negara dan pemerintah dalam membuktikan apakah pemberantasan korupsi hanya menjadi ajang pencitraan saat kampanye, atau bentuk kebulatan tekad bangsa Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan akibat korupsi yang merajalela.

"Tidak ada pilihan pasti atau tidak pasti akan terungkap pada perkara teror bangsa Indonesia. Perkara penyiraman air keras terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia harus dan wajib terungkap," tegasnya.

Sebelumnya, Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala, meminta jajaran penyidik kepolisian untuk memanggil kembali penyidik KPK Novel Baswedan terkait kasus penyiraman yang dilakukan sekelompok orang tak dikenal ke wajahnya. Pemanggilan kembali berpotensi membuka petunjuk-petunjuk baru.

Salah satu penyebab penyidikan berlangsung lama, yakni ada keterangan dari pihak korban yang belum masuk berita acara perkara (BAP) kepolisian. Alhasil, penyidik kepolisian, menurut Adrianus, kesulitan untuk melakukan pemeriksaan, mengingat kegiatan tersebut berlandaskan keterangan pada BAP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement