Jumat 07 Dec 2018 06:37 WIB

Ecobrick, Solusi Atasi Sampah Plastik

Ecobrick dianggap jadi alternatif untuk menghentikan sampah beredar ke lingkungan

Rep: Muhammad Ikhwanuddin/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu membuat Ecobrick, Selasa (4/11).
Foto: Dok. Sudin LH Kep. Seribu
Petugas Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu membuat Ecobrick, Selasa (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, Sampah plastik kini menjadi momok yang menakutkan. Karena selain tidak bisa diurai secara alami, sampah plastik juga menjadi penyebab utama matinya makhluk hidup di lautan. Terakhir ikan paus yang mati di Wakatobi, Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu dan ternyata ditemukan banyak sampah plastik di dalam perutnya.

Petugas kebersihan Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) Kepulauan Seribu memiliki salah satu solusi dalam menangani masalah sampah plastik. Mereka memanfaatkan sampah dengan membuat bahan perabotan dari sampah anorganik bernama Ecobrick.

Untuk membuat satu Ecobrick, diperlukan satu botol plastik air mineral dengan ukuran sesuai kebutuhan. Botol berukuran 1,5 liter dapat diisi hingga 500 gram sampah sedangkan botol berukuran 600 mililiter dapat diisi sampah hingga 200 gram.

Agar sampah mudah dimasukkan, sampah terlebih dahulu digunting hinga menjadi bagian-bagian kecil. Sebuah tongkat kayu ataupun bambu seukuran mulut botol juga harus digunakan untuk menekan sampah di dalam botol agar semakin padat.

Setelah seluruh botol sudah dipadati sampah, maka botol dapat didempetkan dan diikat dengan tali atau lakban membentuk lingkaran penuh untuk membuat tempat duduk.

Kepala Sudin LH Kepulauan Seribu, Yusen Hardiman mengatakan, Ecobrick adalah salah satu cara mengurangi peredaran sampah dengan memanfaatkan botol plastik sebagai mediumnya.

"Setiap botol plastik harus diisi penuh dengan sampah anorganik hingga keras dan padat. Nantinya, botol yang sudah padat dapat digunakan untuk membuat kursi, meja, pot bunga, bahkan dinding pembatas," kata Yusen kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Pada Maret lalu, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno sempat mencoba kekuatan Ecobrick ini. Sebanyak 18 botol mineral yang sudah disatukan dan berisi plastik itu diletakkan Sandiaga di lantai, lantas ia berdiri di atas Ecobrick dan berpose gaya jurus bangau.

Yusen mengatakan, petugas Sudin LH diwajibkan membuat satu Ecobrick dalam sehari. Menurutnya, hal tersebut bermanfaat untuk mengedukasi masyarakat terhadap bahaya sampah plastik, terutama jika menumpuk di laut.

Yusen menyampaikan, awalnya sebuah komunitas bernama Ecoranger mengadakan pelatihan tentang pembuatan Ecobrick ini kepada masyarakat di salah satu pulau penduduk, Pulau Pramuka. Setelah dinilai efektif untuk mengurangi timbulan sampah, pihak Sudin LH lalu memperluasnya ke warga di pulau lain, terutama bagi petugas harian kebersihan yang disebar di berbagai pulau.

Setali tiga uang dengan itu, aktivitas membuat Ecobrick juga dilakukan oleh rekan-rekan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta untuk mengurangi bahaya dampak sampah anorganik. Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan, Ecobrick ini merupakan salah satu upaya pengurangan timbulan sampah melalui penerapan konsep 3 R (reduce, reuse, recycle).

"Kita tahu bahwa manajemen pengelolaan sampah di Jakarta buruk, sehingga banyak sampah terutama plastik kemasan dan kantong, beredar di berbagai media lingkungan," kata Tubagus kepada Republika, Rabu (5/12).

Pembuatan Ecobrick ini, lanjutnya, menjadi salah satu alternatif untuk menghentikan sampah beredar ke media lingkungan. Meski demikian, ia menegaskan bahwa kebijakan yag penting adalah menyetop sampah di tingkat produsen.

Menanggapi pembuatan Ecobrick oleh pihak pemerintah, Walhi mengapresiasi upaya tersebut sebagai salah satu bentuk pelestarian lingkungan. Namun sebagai pemangku kebijakan, kata dia, pemerintah perlu tegas dari segi regulasi soal penanganan sampah anorganik.

"Berbagai upaya  pemerintah maupun masyarakat yang berusaha mengelola sampah secara baik patut di apresiasi. Tetapi pemerintah seharusnya bisa membuat peraturan yang lebih progresif karena Jakarta sedang mengalami darurat sampah, misalnya larangan penggunaan plastik, styrofoam, dan lain-lain," ujar Tubagus.

Tubagus sadar betul manfaat Ecobrick bagi lingkungan sangat besar. Untuk memperluas pengetahuan masyarakat, pihaknya berencana membuat lokakarya pembuatan Ecobrick pada pertengahan bulan ini.

Dalam lokakarya itu, pihaknya menyatakan tidak melibatkan pemerintah dalam menangani darurat sampah. "Tidak ada (sinergi dengan pemerintah, kita langsung pada edukasi masyarakat," tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement