Kamis 06 Dec 2018 15:04 WIB

TKN: Kenapa Kekesalan Prabowo tak Disampaikan ke Dewan Pers?

Pihak yang dirugikan dengan keberpihakan media massa bisa menyampaikan ke Dewan Pers.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Sekjen Nasdem Johnny G Plate
Foto: Republika/Bayu Adji P
Sekjen Nasdem Johnny G Plate

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin Johnny G Plate mengkritik sikap calon presiden nomor 02 Prabowo Subianto terhadap awak media massa yang hendak mewawancarainya pada Rabu (5/12) kemarin. Jika memang benar media massa memihak, ia pun mempertanyakan, mengapa ketua umum Partai Gerindra itu tidak menyampaikan kepada Dewan Pers. 

Menurut Johnny, kebebasan pers sudah diatur di dalam Undang-Undang No 40/1999 tentang Pers dan Undang-Undang Penyiaran. Karena itu, pihak yang dirugikan dengan keberpihakan media massa bisa mengacu pada aturan tersebut.

"Kalau memang itu (keberpihakan media massa) fakta, kan ada caranya, ada aturannya ke mana itu harus disuarakan. Kenapa enggak disampaikan ke Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia. Mengaculah pada UU Pers. Bukan menggunakan gaya otoriter," ujar sekjen Partai NasDem itu kepada Republika.co.id, Kamis (6/12).

Ia menerangkan jika memang pemberitaan di media massa tidak benar maka Prabowo bisa mengajukan hak jawab. "Kirim hak jawabnya, sampaikan ke Dewan Pers, kalau masih juga, ada KPI. Tapi bukan dengan memboikot," kata dia.

Dia tidak sepakat sikap Prabowo memboikot itu disebut kritik. Sebaliknya, ia berpendapat boikot merupakan wujud pembredelan. 

"Itu bukan kritik. Tapi mengancam, membredel, dan ditunjang surat pemboikotan dari Pak Hasyim (Djojohadikusumo) untuk salah satu media. Cara berpikir gaya otoritarian pemerintahannya terlihat, ini berbahaya bagi pemerintahan dan demokrasi," kata dia. 

Johnny menolak pendapat Prabowo yang menyatakan media massa di tahun politik ini cenderung memihak. Karena itu, dia mempertanyakan kembali, apakah pernyataan bahwa banyak media massa yang memihak itu memang berdasarkan fakta dan realita, atau justru bagian dari strategi untuk membungkam media yang netral.

Sebelumnya, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menjelaskan Prabowo tidak pernah marah atau benci terhadap wartawan yang meliput kegiatannya. Kritik keras Prabowo lebih ditujukan kepada pemilik media yang dianggapnya lebih sebagai partisan daripada menjadi rujukan informasi bagi masyarakat.

"Pak Prabowo itu tidak menyalahkan para jurnalis dan wartawan di lapangan yang telah melaksanakan tugasnya, tetapi Pak Prabowo mengkritik para petinggi dan pemilik media yang memang terkesan sebagai partisan politik," ujar Muzani dalam keterangannya, Rabu (5/12).

Prabowo mengungkapkan kekesalannya terhadap sejumlah media yang dianggap tidak objektif dalam pemberitaan peristiwa Reuni Aksi Damai 212 Ahad (2/12) lalu. Kekesalan tersebut disampaikan langsung Prabowo di depan peserta peringatan Hari Disabilitas Internasional yang digelar di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (5/12).

Kekecewaan Prabowo terlihat kembali usai acara. Mantan danjen Kopassus itu berupaya menghindari kejaran awak media. Namun saat dicecar para jurnalis itu, Prabowo mengungkapkan beberapa media tidak mengabarkan apa yang sebetulnya terjadi di Reuni Aksi 212.

"Redaksi kamu bilang enggak ada orang di situ (Reuni 212). Hanya beberapa puluh ribu, itu kan tidak objektif," tukasnya.

Menurut Prabowo, kebebasan pers itu harus objektif. Bila redaksi media menginformasikan ketidakbenaran, mereka harus ditegur. Sebab jika tidak, nanti media itu akan ditinggalkan rakyat.

"Saya sudah enggak mau ngasih keterangan ke media yang enggak jelas, karena enggak akan disiarkan juga," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement