Selasa 04 Dec 2018 02:39 WIB

Mental Penting untuk Calon Pekerja Migran Indonesia

Pemerintah akan melakukan pelatihan-pelatihan untuk mempersiapkan PMI.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Friska Yolanda
Pekerja Migran Indonesia (PMI) dalam acara sosialisasi masalah ketenagakerjaan, Kuala Belait, Brunei Darusalam, Ahad (23/9) waktu setempat.
Foto: Dok KBRI Brunei
Pekerja Migran Indonesia (PMI) dalam acara sosialisasi masalah ketenagakerjaan, Kuala Belait, Brunei Darusalam, Ahad (23/9) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Tingginya antusiasme masyarakat Indonesia menjadi pekerja migran menyisakan banyak permasalahan terkait isu ketenagakerjaan, ekonomi, hingga kesehatan. Terkait hal ini, Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Vennetia R Danes mengatakan kesiapan mental pekerja migran sangat penting. 

Ia mengatakan, penting bagi negara untuk meningkatkan mental calon pekerja migran Indonesia (CPMI) perempuan, terutama mental psikologis. Setelah itu sehingga CPMI menjadi tegas, professional, mandiri, dan tidak mudah dilanggar hak-haknya bahkan dieksploitasi.

"Hidup dan bekerja dalam situasi kultur yang sangat berbeda juga merupakan salah satu tantangan tersendiri dalam menyiapkan PMI. Goncangan kultural merupakan masalah yang tidak mudah bagi siapapun untuk melaluinya, terutama PMI yang selama ini memiliki keterbatasan," kata Vennetia saat membuka Pelatihan Penguatan Mental CPMI, Senin (3/12). 

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM/OIM) kantor misi di Indonesia mencatat pada 2015 jumlah PMI yang berhasil dibantu sejumlah 7.193 orang. Rincian perbandingannya 5.876 perempuan dan 1.317 laki-laki.

Di dalam catatan tersebut, satu korban dapat melaporkan lebih dari satu masalah, sehingga dari 20 jenis kasus, total laporan kasus yang diterima mencapai 61.518 kasus. Sementara, data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) pada 2016 PMI yang mengalami permasalahan ada 4.756 orang dengan 3.221 orang diantaranya adalah PMI perempuan dan 1.535 orang adalah PMI laki-laki.

Tingginya laporan kasus tersebut tidak hanya karena kesalahan dari pengguna jasa, namun terdapat faktor-faktor internal yang menyebabkan lemahnya posisi tawar PMI, khususnya PMI perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya. "Masih tingginya laporan kasus-kasus terkait eksploitasi PMI di luar negeri membuat Pemerintah terdorong untuk melakukan pelatihan-pelatihan untuk mempersiapkan PMI dan mulai menambah porsi bahan ajar tentang penyiapan mental PMI," katanya lagi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement